Surabaya (ANTARA News) - Rapat sosialisasi ganti rugi korban luapan lumpur Lapindo Brantas Inc. yang digelar di Kantor Bapeda Sidoarjo, Jumat, tidak menghasilkan keputusan yang melegakan warga. Ketidakhadiran PT Minarak Lapindo Jaya, selaku pembeli lahan, tidak hadir sehingga praktis, Timnas Penanggulangan Semburan Lumpur Panas (PSLS) dan Pemkab Sidoarjo tidak berani mengambil keputusan. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Sidoarjo, Vino Rudy Muntiawan mengatakan untuk mengetahui keabsahan tanah warga korban luapan lumpur, diperlukan cross cek ulang dengan warga yang melibatkan Camat, Lurah, RT. "Baru setelah itu, Pak Bupati berani tanda tangan soal lahan warga yang masih berupa petok D maupun letter C," katanya. Namun, saat membicarakan lahan bangunan warga, ternyata birokrasinya terlalu berbelit-belit dan masih membingungkan, karena data yang ada, apakah menggunakan data dari ITS atau data dari tim verifikasi oleh Timnas PSLS. Janji Jadup Sementara itu, meski uang muka ganti rugi 20 persen belum dibayarkan, namun warga korban luapan lumpur Lapindo Brantas Inc. dijanjikan akan diberikan uang jaminan hidup (jadup) selama tiga bulan. Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Timnas PSLS Sidoarjo, Basuki Hadi Mulyono di depan warga yang mengikuti rapat sosialisasi ganti rugi di Gedung Bapeda Sidoarjo, Jumat. "Besarnya tetap, yakni Rp300.000 per jiwa, tapi kami belum bisa memastikan untuk bulan apa saja uang jadup ini," katanya. Terakhir kali warga menerima uang Jadup pada Januari 2007 lalu. Sedangkan, untuk bulan Februari dan Maret Jadup belu dicairkan. Namun, Basuki menyatakan, menurut pihak Lapindo uang Jadup ini akan dibayarkan setelah uang muka 20 persen dicairkan. Hal ini, yang ditolak warga. Warga khawatir jika jadup dibayarkan, tapi sisa pembayaran "cash and carry" yang 80 persen tidak dibayarkan. "Lebih baik uang jadup itu dibayarkan bersamaan dengan uang muka ganti rugi," kata Khoirul Huda, perwakilan warga korban lumpur.(*)