BMKG: DIY akan alami kemarau basah
18 Juni 2016 18:27 WIB
Petani mencabut tanaman cabai berumur enam bulan yang telah mati di area persawahan Desa Paron, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Senin (14/3/2016). Petani di daerah tersebut mengaku mengalami kerugian hingga 50 persen karena matinya tanaman cabai yang seharusnya dapat produktif hingga sembilan bulan akibat tingginya intensitas hujan yang menyebabkan kondisi tanah sebagai media tanam terlalu basah. (ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani)
Sleman (ANTARA News) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Yogyakarta memprediksi wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta akan mengalami kemarau yang lebih basah hingga beberapa bulan ke depan.
"Awan-awan hujan terus mengalami pertumbuhan, akibat dampak dari La Nina dan Dipole Mode Negatif. Diprediksi pada Juli, curah hujan di DIY berkisar antara 21 hingga 100 milimeter," kata Koordinator Pos Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Joko Budiono, Sabtu.
Menurut dia, kisaran curah hujan tersebut diprediksi akan sampai pada Agustus 2016. Setelah itu akan mengalami peningkatan pada September.
"Di bulan ini, curah hujan kisaran 51-100 milimeter. Pertumbuhan awan-awan hujan akan meningkat. Kemarau di Yogyakarta akan lebih basah dibandingkan normalnya," katanya.
Ia mengatakan, fenomena Dipole Mode Negatif, merupakan anomali berupa bertambahnya pasokan air di wilayah Indonesia bagian barat.
"Sementara La Nina merupakan dampak dari El Nino. Pada dasarian pertama Juni ini, El Nino telah meluruh ke normalnya. Intensitas La Nina berkekuatan lemah hingga sedang sampai September," katanya.
Joko mengatakan, dampak positifnya bagi tanaman pangan, padi akan terpenuhi kebutuhan airnya.
"Sedangkan hortikultura, bisa buruk. Karena kelebihan air. Seperti tebu, palawija, dan tembakau," katanya.
"Awan-awan hujan terus mengalami pertumbuhan, akibat dampak dari La Nina dan Dipole Mode Negatif. Diprediksi pada Juli, curah hujan di DIY berkisar antara 21 hingga 100 milimeter," kata Koordinator Pos Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Joko Budiono, Sabtu.
Menurut dia, kisaran curah hujan tersebut diprediksi akan sampai pada Agustus 2016. Setelah itu akan mengalami peningkatan pada September.
"Di bulan ini, curah hujan kisaran 51-100 milimeter. Pertumbuhan awan-awan hujan akan meningkat. Kemarau di Yogyakarta akan lebih basah dibandingkan normalnya," katanya.
Ia mengatakan, fenomena Dipole Mode Negatif, merupakan anomali berupa bertambahnya pasokan air di wilayah Indonesia bagian barat.
"Sementara La Nina merupakan dampak dari El Nino. Pada dasarian pertama Juni ini, El Nino telah meluruh ke normalnya. Intensitas La Nina berkekuatan lemah hingga sedang sampai September," katanya.
Joko mengatakan, dampak positifnya bagi tanaman pangan, padi akan terpenuhi kebutuhan airnya.
"Sedangkan hortikultura, bisa buruk. Karena kelebihan air. Seperti tebu, palawija, dan tembakau," katanya.
Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
Tags: