Kupang (ANTARA News) - Ketegasan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tidak perlu diragukan lagi jika ditanya soal bagaimana wanita tersebut berusaha untuk menjaga dan mengamankan laut Indonesia dari pencurian ikan atau "illegal fishing".

Bayangkan, semenjak menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, wanita "nyentrik" dengan tato di kaki kanannya itu telah menghancurkan kurang lebih 100-an kapal asing yang telah mencuri ikan di perairan NTT.

Bahkan yang paling menghebohkan lagi adalah dihancurkannya dan ditenggelamkannya kapal raksasa asing "FV Viking" berukuran 1.300 grosston (GT) yang diduga melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal (illegal unreported unregulated fishing/IUU Fishing) di perairan Indonesia yang juga merupakan kapal yang diburu oleh interpol.

Berkat ketegasan tersebut membuat kapal-kapal asing yang bertahun-tahun mencuri ikan di perairan NTT menjadi ketakutan dan tidak berani lagi masuk ke perairan NTT.

Ketegasannya itulah yang kemudian mengakibatkan Produk Domestik Bruto (PDB) di bidang kelautan dan perikanan Indonesia untuk pertama kalinya mengalami kenaikan sebesar 8,9 persen. Padahal di saat yang sama, seluruh sektor ekonomi di segala bidang cuma tumbuh 5,4 persen.

"Ini adalah hadiah yang paling hebat bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai hadiah dari kerja keras KKP selama ini," kata Menteri Susi.

Dalam Safari Baharinya di wilayah perairan Nusa Tenggara Timur menggunakan KRI. Untung Suropati milik TNI AL, wanita yang menjadi pemilik dari maskapai penerbangan Susi Air tersebut justru bertemu mendengarkan keluhan ratusan nelayan di semua daerah yang ia singgahi.

Perjalanan Safari Baharinya dilakukan pada Minggu (12/6) dimulai dari Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Lewoleba, Kabupaten Lembata, yang dikenal dengan tradisi perburuan ikan pausnya dan mengakhiri perjalanan Safari Baharinya di "Kota Kasih" Kupang yang menjadi ibu kota Provinsi NTT.

Berbagai keluhan diterimanya, dan ia mengakui wilayah Indonesia sangatlah luas dan kaya akan berbagai sumber daya alam khususnya dalam bidang kelautan.

Para nelayan di NTT pun tidak menyangka akhirnya bisa bertemu dengan wanita yang dikenal dengan pembasmi kapal-kapal pencuri ikan tersebut.

Keluhan-keluhan disampaikan oleh nelayan-nelayan di NTT saat Susi melakukan Safari Baharinya. Sebagian keluhannya nelayan ditampung untuk dirundingkan saat kembalinya ke Jakarta,sementara yang lainnya langsung dijawab justru langsung diberikan solusi dan bantuan bagi nelayan-nelayan di NTT.

Pemberian Kapal bagi nelayan, pembangunan Solar Pack Dealer Nelayan (SPDN), pembangunan gudang pendingin bagi ikan hasil tangkapan (cold storage) sampai pada rencana pembangunan laboratorium kultur jaringan di Kabupaten Lembata untuk meningkatkan kualitas dari rumput laut yang ada di kabupaten yang dikenal dengan tradisi perburuan ikan pausnya itu.


Berantas Rumpon

Pemilik, PT ASI Pudjiastuti Marine Product, ini menilai hasil tangkapan ikan bagi nelayan-nelayan di NTT tersebut berkurang akibat masih banyaknya rumpon-rumpon yang justru menutup jalur migrasi ikan ke daerah-daerah di NTT.

Bahkan dari pengakuan sejumlah nelayan di NTT, rumpon-rumpon yang dipasang tersebut bukanlah milik masyarakat atau nelayan NTT. Oleh karena itu, ia bertekad akan menenggelamkan rumpon-rumpon di NTT dengan melakukan operasi senyap, tanpa diketahui oleh masyarakat di NTT.

"Kalau ditemukan, baik itu punya siapa, kita akan akan tetap tenggelamkan. Satgas 115 yang dibentuk oleh KKP akan beroperasi di wilayah perairan NTT untuk menenggelamkan semuanya," ujarnya di Kupang.

Pernyataan itu juga langsung disampaikan di hadapan para petinggi TNI mulai dari Lantamal VII Kupang dan Korem 161/Wirasakti Kupang.

Dirinya merasa bahwa, keberadaan laut NTT yang berada di antara dua negara yakni Timor Leste dan Australia dapat menjadi sasaran empuk untuk kasus "illegal fishing" yang dilakukan oleh kapal-kapal asing.

Tidak hanya itu, kasus pencurian ikan juga menurut yang ia dengar dari nelayan-nelayan di NTT dilakukan oleh nelayan-nelayan dari luar NTT, seperti Bali, Jawa Timur, serta beberapa provinsi yang berdekatan dengan NTT.

"Kapal-kapal dari Pulau Jawa yang menangkap ikan di wilayah 12 mil wilayah NTT, itu mestinya tidak dibetulkan. Karena biasanya perairan di dalam Wilayah Pengolahan Perikanan (WPP) itu ada wilayah-wilayahnya," tambahnya.

Ia menjelaskan setiap provinsi di Indonesia sudah ditetapkan 12 mil untuk wilayahnya masing-masing. Sehingga jika ada kapal dari luar provinsi baik NTT atau provinsi lainnya mencari ikan dan menangkapnya maka, proses penjualannya harus dilakukan di wilayah penangkapan ikan tersebut.

Zainuddin seorang nelayan di Kota Kupang yang sudah bertahun-tahun berprofesi sebagai nelayan justru merasahkan keberadaan dari kapal-kapal dari luar NTT tersebut.

Pasalnya hasil tangkapan tidak dijual di kota Kupang atau di wilayah NTT namun dijual di daerah asal dari nelayan-nelayan tersebut. Yang lebih parah lagi rumpun-rumpun yang dipasang tersebut diduga milik nelayan-nelayan dari luar NTT.

"Bahkan ada yang tertangkap basah melakukan pengkapan dengan menggunakan alat tangkap yang justru merusak ekosistem laut, seperti "trawl" dan kapal-kapal yang memang dilarang beroperasi di wilayah NTT," kata Zainuddin.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Susi justru tidak tinggal diam. Untuk memperketat pengawasan wilayah laut baik di NTT maupun di daerah lain di Indonesia.

Dalam rapat kerja di Komisi IV DPR RI, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengemukakan niatnya untuk membeli enam pesawat pengintai dan satu kapal sejenis kapal induk. Hal ini bertujuan untuk memperkuat pengawasan di laut.

Kapal induk tersebut juga akan didesain untuk memiliki beberapa fungsi guna menunjang kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dengan adanya kapal ini, pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan stafnya bisa berada di lautan untuk menjalankan tugasnya.

"Kapal markas (induk) ini bisa berkeliling ke daerah-daerah melakukan bakti sosial, pengobatan ataupun demo pemberdayaan nelayan," kata Menteri Susi.

Hal ini membuktikan bahwa sepulangnya dari Safari Bahari di NTT, dirinya meras perlu melakukan penambahan kapal dan pesawat pengintai mengingat Indonesia memiliki laut yang sangat luas.


Pro Kontra

Namun rencana Menteri Susi itu justru tidak terlalu disetujui oleh sejumlah anggota Komisi IV DPR. Mahfudz Siddiq, misalnya. Dia berpendapat, jika dibandingkan dengan membeli Pesawat dan kapal induk akan lebih baik jika menggunakan satelit lebih efisien dibanding pesawat patroli.

Hal yang ditakutinya adalah apakah Kementerian Keuangan dapat meloloskan program multiyears yang tentu saja akan mengeluarkan dana yang sangat besar.

"Menteri melarang nelayan menggunakan jenis pukat tertentu, nah bantuan untuk nelayan harus ditingkatkan agar bisa memiliki jenis pukat yang diizinkan," katanya.

Untuk tugas pengamanan laut dari pencurian ikan menggunakan teknologi satelit lebih efisien karena satelit juga bisa untuk mendeteksi pergerakan kapal laut, bahkan bisa diketahui ciri-ciri kapal seperti jenis dan nama kapal.

Jadi, kata politikus PKS itu, kalau mau "surveilence" tidak harus dengan pesawat yang biayanya tinggi sekali.

Selain itu, dikhawatirkan jika program pengadaan pesawat pengintai tersebut direalisasikan maka akan timbul lagi tumpang tindih dengan lembaga lainnya seperti Badan Keamanan Laut atau Bakamla yang memang memiliki tugas seperti halnya "coast guard" di negara-negara lainnya.

Mahfudz yang sebelumnya Ketua Komisi I DPR mengatakan, biaya menyewa satelit lebih efisien dibanding pengadaan dan operasional enam pesawat.

"Dengan teknologi satelit, kalau kemudian memang ada kapal-kapal pencuri ikan yang terdeteksi, maka hal itu bisa dikoordinasikan dengan Angkatan Laut, Polair atau Bakamla," katanya.