Bogor (ANTARA News) - Aplikasi Autosensor anti pornografi yang dikembangkan oleh mahasiswa IPB cocok digunakan untuk pengguna warung internet, sehingga membantu mengoptimalkan upaya pemerintah mengawasi penggunaan internet yang mengandung unsur pornografi.

"Aplikasi ini sebaiknya digunakan di warnet-warnet, ini akan memudahkan pengawasan, mencegah konten-konten pornografi dijangkau oleh masyarakat khususnya anak remaja," kata Yuandri Trisaputra, salah satu anggota tim penemu aplikasi autonsensor antipornografi, Selasa.

Tiga mahasiswa Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB yakni yakni Ilham Satyabudi selaku ketua tim, Gusti Bima Marlawanto, dan Yuandri Trisaputra, berhasil mengembangkan aplikasi "Autocencor Antiporn". Ketiganya merupakan mahasiswa semester delapan.

Yuandri menjelaskan, cara kerja aplikasi (ekstensi/add-on web browser) anti pornografi ini dengan cara melakukan sensor terhadap konten-konten porno baik berupa tulisan maupun gambar (citra) yang ada di mesin pencari internet seperti Google Chrome, Mozilla Fairfox dan Opera.

"Aplikasi ini harus diunduh terlebih dahulu, caranya gampang tinggal cari di situs ayosensor.in, unduh dan bisa langsung digunakan," katanya.

Komputer yang sudah terpasang aplikasi, akan ada penanda sensor pada sisi kanan laman mesin pencari. Penanda sensor berupa logo IPA berwarna hijau hitam. Jika sudah terpasang, aplikasi akan bekerja secara otomatis. Bila terdapat teks atau gambar yang terindikasi pornografi akan tersensor otomatis.

"Untuk teks, tulisan yang muncul berupa bintang-bintang, sedangkan pada gambar akan diganti otomatis dengan gambar kartun anak-anak," katanya.

Saat ini, ketiga mahasiswa tersebut baru memasukkan korpus 199 kata baik dalam bahasa Indonesia, Jawa, bahasa gaul dan Bahasa Inggris yang terindikasi mengandung unsur pornografi. Aplikasi tersebut masih memerlukan penyempurnaan dengan menambah korpus kata-kata sehingga upaya penyensoran dapat mencapai 100 persen.

Menurut Yuandri, sejak dipublikasikan tiga bulan lalu, aplikasi tersebut telah diunduh oleh sejumlah pengguna yang sebagian besar adalah mahasiswa.

Statistik menunjukkan pengguna aplikasi untuk google chrome sebanyak 140 aktif, yang menginstal sebanyak 700 pengguna. Sedangkan mozilla pengguna aktif sebanyak 10 pengguna dan yang mengunduh atau menginstal sebanyak 500 pengguna.

"Kami masih terus memaksimalkan aplikasi ini, tingginya jumlah pengguna sempat membuat server lumpuh (down). Tetapi sekarang sudah kita coba naikan lagi kemampuannya," kata Yuandri.

Ketua tim Ilham Satyabudi menjelaskan, cara kerja aplikasi sensor otomatis berbeda dengan pemblokiran situs pornografi yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah melakukan pemblokiran situs pornografi yang terdaftar di Nawala, sedangkan situs yang tidak terdaftar tidak dapat dilakukan pemblokiran. Sehingga masih bisa diakses.

"Kalau aplikasi ini bekerja di mesin pencari, melakukan sensor terhadap konten-konten baik berupa teks maupun gambar yang terindikasi pornografi. Saat ini cakupannya sensor untuk teks masih 82 persen, sedangkan gambar 72 persen," kata Ilham.

Yuandri menambahkan, jika pemerintah mendorong penggunaan aplikasi tersebut untuk warnet, pengawasan dapat dilakukan secara manual dengan memastikan pengelola telah menggunakan aplikasi tersebut.

"Pengawasan otomatis jarak jauh memungkinkan dapat dilakukan, tetapi perlu aplikasi baru atau mengembangkan aplikasi yang sudah ada dengan menambah cakupannya untuk pengawasan jarak jauh," katanya.