Sejumlah pedagang tutup warung selama Ramadhan
12 Juni 2016 18:35 WIB
Ilustrasi--Penggerebegan Toko Makanan. Petugas Satpol-PP dan Wilayatul Hisbah (WH) Dinas Syariat Islam menyita barang bukti berupa nasi, kue dan sejumlah makanan lainnya saat penggrebekan toko yang buka siang hari pada bulan Ramadan, di Pasar Peunayong, Banda Aceh, Sabtu (20/6/2015). Dalam razia tersebut, petugas Satpol-PP dan Wilayatul Hisbah (WH) mengamankan tujuh wanita, dua pria yang diancam hukuman cambuk atau kurungan setahun penjara karena melanggar Qanun Syariat Islam Nomor 11 tahun 2002 tentang aqidah dan ibadah. ANTARA FOTO/Ampelsa)
Gorontalo (ANTARA News) - Sejumlah pedagang kuliner di Kota dan Kabupaten Gorontalo memilih untuk menutup warung selama bulan ramadhan, meski tidak ada larangan untuk berjualan siang hari dari pemda setempat.
"Selama puasa omset agak turun, jadi lebih baik tidak berjualan. Dulu ada himbauan tidak berjualan siang hari di bulan puasa, jadi sudah biasa tutup warung," kata salah seorang pedagang di Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo, Ino Hasan, Minggu.
Meski demikian ia tetap menerima pesanan makanan, jika ada pelangan yang datang ke rumahnya.
Ia mengakui sebenarnya kebijakan atau himbauan menutup warung selama siang hari di bulan ramadhan, akan merugikan sebagian pedagang kuliner.
"Jadi kalau bulan puasa biasanya pedagang makanan berat banyak yang tutup, tapi pedagang musiman yang jual takjil bermunculan. Tapi sekarang tidak ada lagi larangan berjualan," ungkapnya.
Beberapa pedagang di Kota Gorontalo pun memilih tutup seharian penuh, karena mengaku rugi bila tetap memaksa berjualan.
"Banyak makanan yang tidak laris, apalagi kalau hanya berjualan pada malam hari. Sekalian fokus ibadah," kata pedagang lainnya, Marni Wahab.
Sebelumnya, pedagang kuliner musiman di Kota Gorontalo pada hari ketiga bulan ramadhan semakin ramai dan memadati sejumlah tepi jalan utama.
Pada hari pertama ramadhan, pedagang takjil dan kuliner masih tampak sepi sehingga hanya ada belasan pedagang dalam satu ruas jalan.
"Setelah hari kedua jumlah pedagangnya semakin banyak, karena permintaan kue dan takjil hari kedua atau ketiga puasa biasanya lebih besar dibanding hari pertama," kata salah seorang pedagang kue, Desy.
Ia memproduksi sekitar dua ratus kue dalam sehari, dengan harga bervariasi yakni Rp2.500 hingga Rp3.000 per buah.
"Selama puasa omset agak turun, jadi lebih baik tidak berjualan. Dulu ada himbauan tidak berjualan siang hari di bulan puasa, jadi sudah biasa tutup warung," kata salah seorang pedagang di Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo, Ino Hasan, Minggu.
Meski demikian ia tetap menerima pesanan makanan, jika ada pelangan yang datang ke rumahnya.
Ia mengakui sebenarnya kebijakan atau himbauan menutup warung selama siang hari di bulan ramadhan, akan merugikan sebagian pedagang kuliner.
"Jadi kalau bulan puasa biasanya pedagang makanan berat banyak yang tutup, tapi pedagang musiman yang jual takjil bermunculan. Tapi sekarang tidak ada lagi larangan berjualan," ungkapnya.
Beberapa pedagang di Kota Gorontalo pun memilih tutup seharian penuh, karena mengaku rugi bila tetap memaksa berjualan.
"Banyak makanan yang tidak laris, apalagi kalau hanya berjualan pada malam hari. Sekalian fokus ibadah," kata pedagang lainnya, Marni Wahab.
Sebelumnya, pedagang kuliner musiman di Kota Gorontalo pada hari ketiga bulan ramadhan semakin ramai dan memadati sejumlah tepi jalan utama.
Pada hari pertama ramadhan, pedagang takjil dan kuliner masih tampak sepi sehingga hanya ada belasan pedagang dalam satu ruas jalan.
"Setelah hari kedua jumlah pedagangnya semakin banyak, karena permintaan kue dan takjil hari kedua atau ketiga puasa biasanya lebih besar dibanding hari pertama," kata salah seorang pedagang kue, Desy.
Ia memproduksi sekitar dua ratus kue dalam sehari, dengan harga bervariasi yakni Rp2.500 hingga Rp3.000 per buah.
Pewarta: Debby HM
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016
Tags: