Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden HM Jusuf Kalla menegaskan bahwa pemerintah Indonesia menghormati keputusan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual kepada anak-anak.

"Ya, itu (penolakan kebiri) haknya, tapi ada juga dokter yang bukan anggota IDI, ada dokter TNI, ada dokter polisi yang bisa sesuai penugasan," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat.

Beberapa waktu lalu, Ketua Umum IDI Ilham Oetama Marsis mengumumkan IDI menolak jadi eksekutor hukuman kebiri yang menjadi hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual pada anak.

Menurut IDI, pelaksanaan hukuman kebiri oleh dokter dianggap melanggar Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

Terkait hal itu, Wapres JK berpendapat bahwa seharusnya para dokter tidak perlu terlalu khawatir karena kebiri merupakan salah satu hukuman yang dapat diberikan hakim kepada pelaku kejahatan seksual.

"Itu (hukuman kebiri) kan butuh kesaksian khusus, tidak semua hakim akan menjatuhkan itu," kata dia.

"Kalau memang diputuskan itu (kebiri) maka, ya biarlah dokter polisi yang melakukan," lanjut Wapres.

Pada 25 Mei 2016, Presiden Joko Widodo telah meneken Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang memberikan hukuman kebiri kepada pelaku kekerasan seksual pada anak.

Kebiri kimia termasuk dalam tambahan pidana alternatif yang diatur Perppu tersebut, di samping pengumuman identitas pelaku dan pemasangan alat deteksi elektronik.

Presiden mengatakan penambahan pasal itu akan memberi ruang bagi hakim untuk memutuskan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kejahatan seksual.