KEIN anggap wajar rencana pemotongan subsidi solar
10 Juni 2016 00:21 WIB
Presiden Bertemu Pengurus KEIN Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Soetrisno Bachir (tengah) didampingi pengurus memaparkan hasil pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (7/6/2016). KEIN dalam pertemuan tersebut menyerahkan memo terkait perkembangan kondisi perekonomian terkini dan perbandingan dengan negara lain. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta (ANTARA News) - Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menganggap rencana pemerintah melakukan pemotongan terhadap subsidi solar dari Rp1.000 perliter menjadi Rp350 perliter adalah wajar.
"Situasi perekonomian memang sedang tidak kondusif, maka harus ada solusi seperti memotong anggaran dan subsidi. Masyarakat harus memahami hal ini," ujar Ketua KEIN Soetrisno Bachir di Jakarta, Kamis malam.
Menurut Soetrisno, demi menyukseskan pertumbuhan ekonomi di atas lima persen, pemerintah harus bertahan dari keadaan perekonomian dunia yang sedang tidak stabil, yang salah satu penyebabnya adalah rendahnya harga minyak.
Namun, dia meminta pemerintah tidak melupakan aspek-aspek sosial masyarakat agar tidak terjadi kesenjangan sosial yang semakin parah.
"Pemerintah perlu melakukan pemerataan," kata pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
Adapun rencana pengurangan subsidi solar masuk dalam asumsi dasar sektor ESDM untuk RAPBN-P 2016 yang disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (8/6).
Sudirman mengungkapkan kebijakan ini diambil pemerintah untuk memperkuat fiskal dan agar subsidi BBM lebih tepat sasaran.
"Kalau subsidi dikenakan langsung ke sektor energi, ada kemungkinan yang menikmati golongan menengah ke atas. Jadi nanti dialihkan ke bantuan sosial, kesehatan, infrastruktur dan pendidikan," ujar dia.
Namun, jika nantinya rencana ini disahkan setelah mendapat persetujuan DPR dan masuk dalam APBN-P 2016, Menteri ESDM menegaskan harga solar belum akan naik setidaknya sampai akhir tahun. Sebab, dengan nilai subsidi Rp350 perliter, Indonesia masih memiliki "bantalan" yang cukup untuk menanggung beban harga.
Pemerintah memang melakukan koreksi cukup signifikan terhadap APBN 2016. Khusus di sektor energi, menurunnya harga minyak dunia menjadi faktor utama penyesuaian anggaran.
Dalam pemaparan asumsi dasar sektor ESDM untuk RAPBN-P 2016 di depan Komisi VII DPR RI, selain pengurangan subsidi solar, hal lain yang menurun adalah "lifting" minyak dari 830 ribu barel perhari menjadi 810 ribu barel perhari.
Sementara "lifting" gas bumi juga berkurang dari 1,155 juta barel setara minyak (BOEPD) perhari menjadi 1,115 BOEPD dalam RAPBN-P 2016. Subsidi listrik akan bertambah dari Rp38,39 triliun menjadi Rp57,18 triliun.
Lainnya seperti volume BBM dan LPG tiga kilogram masih akan tetap di angka masing-masing 16,69 juta kiloliter dan 6,602 juta kiloliter.
Pemerintah sendiri memasukkan perkiraan harga minyak mentah dunia sebesar 40 dolar AS perbarel dan melakukan pemangkasan anggaran Kementerian ESDM hingga Rp825,1 miliar.
Keputusan akhir atas seluruh asumsi dasar tersebut akan dikeluarkan setelah pemerintah dan DPR RI mencapai kesepakatan bersama.
"Situasi perekonomian memang sedang tidak kondusif, maka harus ada solusi seperti memotong anggaran dan subsidi. Masyarakat harus memahami hal ini," ujar Ketua KEIN Soetrisno Bachir di Jakarta, Kamis malam.
Menurut Soetrisno, demi menyukseskan pertumbuhan ekonomi di atas lima persen, pemerintah harus bertahan dari keadaan perekonomian dunia yang sedang tidak stabil, yang salah satu penyebabnya adalah rendahnya harga minyak.
Namun, dia meminta pemerintah tidak melupakan aspek-aspek sosial masyarakat agar tidak terjadi kesenjangan sosial yang semakin parah.
"Pemerintah perlu melakukan pemerataan," kata pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
Adapun rencana pengurangan subsidi solar masuk dalam asumsi dasar sektor ESDM untuk RAPBN-P 2016 yang disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (8/6).
Sudirman mengungkapkan kebijakan ini diambil pemerintah untuk memperkuat fiskal dan agar subsidi BBM lebih tepat sasaran.
"Kalau subsidi dikenakan langsung ke sektor energi, ada kemungkinan yang menikmati golongan menengah ke atas. Jadi nanti dialihkan ke bantuan sosial, kesehatan, infrastruktur dan pendidikan," ujar dia.
Namun, jika nantinya rencana ini disahkan setelah mendapat persetujuan DPR dan masuk dalam APBN-P 2016, Menteri ESDM menegaskan harga solar belum akan naik setidaknya sampai akhir tahun. Sebab, dengan nilai subsidi Rp350 perliter, Indonesia masih memiliki "bantalan" yang cukup untuk menanggung beban harga.
Pemerintah memang melakukan koreksi cukup signifikan terhadap APBN 2016. Khusus di sektor energi, menurunnya harga minyak dunia menjadi faktor utama penyesuaian anggaran.
Dalam pemaparan asumsi dasar sektor ESDM untuk RAPBN-P 2016 di depan Komisi VII DPR RI, selain pengurangan subsidi solar, hal lain yang menurun adalah "lifting" minyak dari 830 ribu barel perhari menjadi 810 ribu barel perhari.
Sementara "lifting" gas bumi juga berkurang dari 1,155 juta barel setara minyak (BOEPD) perhari menjadi 1,115 BOEPD dalam RAPBN-P 2016. Subsidi listrik akan bertambah dari Rp38,39 triliun menjadi Rp57,18 triliun.
Lainnya seperti volume BBM dan LPG tiga kilogram masih akan tetap di angka masing-masing 16,69 juta kiloliter dan 6,602 juta kiloliter.
Pemerintah sendiri memasukkan perkiraan harga minyak mentah dunia sebesar 40 dolar AS perbarel dan melakukan pemangkasan anggaran Kementerian ESDM hingga Rp825,1 miliar.
Keputusan akhir atas seluruh asumsi dasar tersebut akan dikeluarkan setelah pemerintah dan DPR RI mencapai kesepakatan bersama.
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
Tags: