Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi bergerak menguat menjadi Rp13.365 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.370 per dolar AS.

Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, mengatakan, nilai tukar rupiah bergerak menguat terhadap dolar AS bersamaan dengan mayoritas mata uang di kawasan Asia, menyusul sikap dovish dari Ketua Federal Reserve Janet Yellen mengenai target kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.

"Faktor eksternal menyebabkan penguatan mata uang di kawasan Asia, termasuk rupiah masih tersedia," katanya.

Ia mengemukakan, Yellen memang masih yakin perekonomian Amerika Serikat akan terus membaik sehingga kenaikan suku bunga acuan The Fed tetap harus dilakukan.

Tetapi, Yellen tidak menyebutkan kenaikan suku bunga akan dilakukan dalam beberapa bulan ke depan, berbeda dengan apa yang disampaikan pada pidato akhir Mei lalu yang optimis.

"Sikap dovish itu pasca-data serapan tenaga kerja Amerika Serikat yang di bawah estimasi, kondisi itu menambah sentimen negatif bagi mata uang dolar AS," katanya.

Kendati demikian, lanjut dia, volatilitas rupiah belum akan hilang sepenuhnya menjelang rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) meski peluang kenaikan suku bunga AS pada Juni 2016 sudah mereda.

Ia menambahkan, aliran dana asing yang mulai masuk ke dalam instrumen investasi di dalam negeri salah satunya surat utang negara (SUN) masih relatif terbatas seiring sebagian investor juga masih menunggu indikator pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada menuturkan, laju penguatan rupiah juga ditopang oleh sentimen dari harga minyak mentah dunia yang stabil, kondisi itu memberikan sentimen positif pada negara penghasil komoditas seperti Indonesia.

"Harga komoditas yang naik akan berdampak positif pada kinerja ekspor Indonesia," katanya.