MUI : jangan perdebatkan jumlah rakaat shalat tarawih
5 Juni 2016 22:04 WIB
ilustrasi: Salat Tarawih Imigran Rohingya Pengungsi Rohingya melaksanakan salat Tarawih malam pertama di tempat penampungan sementara Desa Blang Ado, Aceh Utara, Aceh, Rabu (17/6/15). (ANTARA FOTO/Rahmad) ()
Palu (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah menegaskan bahwa umat Islam di daerah tersebut untuk tidak saling mmperdebatkan keutamaan jumlah rakaat shalat tarawih yaitu delapan dan dua puluh rakaat.
Ketua MUI Kota Palu, Prof. Dr. H. Zainal Abidin M.Ag menyatakan umat Islam di daerah tersebut tidak perlu memperdebatkan keutamaan pelaksanaan shalat tarawih delapan atau dua puluh rakaat.
"Jika ada masjid yang melaksanaan shalat tarawih delapan rakaat, maka umat Islam yang melaksanakan tarawih dua puluh rakaat jangan memprotes atau menyalahkan mereka," ungkap Prof. Zainal Abidin, di Palu, Minggu.
Bahkan, sebut dia, sesama umat Islam yang saat ini melaksanakan shalat tarawih dan melaksanakan ibadah puasa, untuk tidak saling menuding sebagai pihak yang salah karena melaksanakan shalat tarawih delapan atau dua puluh rakaat.
Sebab Allah - lah yang lebih pantas untuk menilai suatu amalan ibadah yang dilaksanakan oleh umat manusia lewat anjuran - anjuran agama yang diyakini oleh masing - masing penganut mazhab, aliran, dan organisasi tertentu.
"Untuk apa kita menilai orang ? biarkan apa yang mereka yakini benar dan mereka lakukan, namun jangan saling menyalahkan apalgi menuding kafir jika tidak sepaham atau sependapat," sebutnya.
Dirinya menegaskan jika saling berbantah bantahan dan memperdebatkan keutamaan shalat tarawih delapan dan dua puluh rakaatn, menandakan bahwa sebahagian kalangan umat Islamdi Kota Palu belum dapat menerima adanya perbedaan.
Padahal perbedaan pasti akan terjadi di muka bumi, bahkan sebagai sunnatullah yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, yang semestinya tidak perlu untuk diperdebatkan dan dipertentangkan.
"Perbedaan adalah sunnatullah, maka masing - masing yang telah memiliki pedoman melaksanakan apa yang diyakini dan dianjurkan sesuai dengan apa yang dipedomani," ujarnya.
Ketua MUI Kota Palu, Prof. Dr. H. Zainal Abidin M.Ag menyatakan umat Islam di daerah tersebut tidak perlu memperdebatkan keutamaan pelaksanaan shalat tarawih delapan atau dua puluh rakaat.
"Jika ada masjid yang melaksanaan shalat tarawih delapan rakaat, maka umat Islam yang melaksanakan tarawih dua puluh rakaat jangan memprotes atau menyalahkan mereka," ungkap Prof. Zainal Abidin, di Palu, Minggu.
Bahkan, sebut dia, sesama umat Islam yang saat ini melaksanakan shalat tarawih dan melaksanakan ibadah puasa, untuk tidak saling menuding sebagai pihak yang salah karena melaksanakan shalat tarawih delapan atau dua puluh rakaat.
Sebab Allah - lah yang lebih pantas untuk menilai suatu amalan ibadah yang dilaksanakan oleh umat manusia lewat anjuran - anjuran agama yang diyakini oleh masing - masing penganut mazhab, aliran, dan organisasi tertentu.
"Untuk apa kita menilai orang ? biarkan apa yang mereka yakini benar dan mereka lakukan, namun jangan saling menyalahkan apalgi menuding kafir jika tidak sepaham atau sependapat," sebutnya.
Dirinya menegaskan jika saling berbantah bantahan dan memperdebatkan keutamaan shalat tarawih delapan dan dua puluh rakaatn, menandakan bahwa sebahagian kalangan umat Islamdi Kota Palu belum dapat menerima adanya perbedaan.
Padahal perbedaan pasti akan terjadi di muka bumi, bahkan sebagai sunnatullah yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, yang semestinya tidak perlu untuk diperdebatkan dan dipertentangkan.
"Perbedaan adalah sunnatullah, maka masing - masing yang telah memiliki pedoman melaksanakan apa yang diyakini dan dianjurkan sesuai dengan apa yang dipedomani," ujarnya.
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016
Tags: