PLO: pertemuan Paris langkah besar menuju perdamaian Timur Tengah
4 Juni 2016 11:22 WIB
Ilustrasi - Tentara Israel bertikai dengan warga Palestina di pintu masuk rumah dibakar milik warga Palestina Ibrahim Dawabsheh, saksi utama pembakaran Juli tahun lalu di desa Duma dekat Nablus, Tepi Barat, Minggu (20/3/2016). (REUTERS/Abed Omar Qusini/djo/16)
Yerusalem (ANTARA News) - Organisasi Pembebasan Palestina (Palestine Liberation Organisation/PLO) memuji pertemuan internasional pada Jumat (3/6) mengenai proses perdamaian Timur Tengah di Paris sebagai "langkah besar" menuju perdamaian.
"Pertemuan di Paris itu adalah sebuah langkah yang sangat signifikan dan pesannya jelas: jika Israel dibiarkan melanjutkan kolonisasi dan kebijakan apartheid mereka di daerah Palestina yang diduduki, maka akan ada ekstremisme dan pertumpahan darah lagi di masa depan bukannya koeksistensi dan perdamaian," kata sekretaris jenderal PLO Saeb Erekat dalam sebuah pernyataan.
Menteri Luar Negeri Palestina Riad al-Malki mengatakan mereka "mengharapkan pernyataan lebih baik" yang dihasilkan perundingan Paris, namun masih menunggu untuk mendapat informasi baru dari Kementerian Luar Negeri Prancis.
Perwakilan dari 28 negara, Liga Arab, Uni Eropa dan PBB membahas beberapa cara yang bisa diambil komunitas internasional untuk "membantu memajukan prospek perdamaian," menurut pernyataan bersama dari para peserta setelah pertemuan pada Jumat.
Baik perwakilan Israel maupun Palestina tidak ada yang diundang ke pertemuan itu, yang ditujukan untuk mendasari konferensi damai yang akan digelar pada akhir tahun ini.
Israel menolak perundingan Paris tersebut, malah meminta perundingan bilateral langsung dengan pemimpin Palestina.
Erekat tidak setuju pendekatan itu, mengatakan Israel gagal memenuhi komitmen sebelumnya.
"Pendekatan multilateral dari Inisiatif Prancis diperlukan dalam rangka memberi kita mekanisme yang jelas untuk implementasi dan pemantauan," katanya, seperti dilaporka AFP.
"Pertemuan di Paris itu adalah sebuah langkah yang sangat signifikan dan pesannya jelas: jika Israel dibiarkan melanjutkan kolonisasi dan kebijakan apartheid mereka di daerah Palestina yang diduduki, maka akan ada ekstremisme dan pertumpahan darah lagi di masa depan bukannya koeksistensi dan perdamaian," kata sekretaris jenderal PLO Saeb Erekat dalam sebuah pernyataan.
Menteri Luar Negeri Palestina Riad al-Malki mengatakan mereka "mengharapkan pernyataan lebih baik" yang dihasilkan perundingan Paris, namun masih menunggu untuk mendapat informasi baru dari Kementerian Luar Negeri Prancis.
Perwakilan dari 28 negara, Liga Arab, Uni Eropa dan PBB membahas beberapa cara yang bisa diambil komunitas internasional untuk "membantu memajukan prospek perdamaian," menurut pernyataan bersama dari para peserta setelah pertemuan pada Jumat.
Baik perwakilan Israel maupun Palestina tidak ada yang diundang ke pertemuan itu, yang ditujukan untuk mendasari konferensi damai yang akan digelar pada akhir tahun ini.
Israel menolak perundingan Paris tersebut, malah meminta perundingan bilateral langsung dengan pemimpin Palestina.
Erekat tidak setuju pendekatan itu, mengatakan Israel gagal memenuhi komitmen sebelumnya.
"Pendekatan multilateral dari Inisiatif Prancis diperlukan dalam rangka memberi kita mekanisme yang jelas untuk implementasi dan pemantauan," katanya, seperti dilaporka AFP.
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016
Tags: