Rupiah Jumat pagi menguat menjadi Rp13.592 per dolar
3 Juni 2016 10:46 WIB
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi bergerak menguat sebesar 51 poin menjadi Rp13.592 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.643 per dolar AS. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi bergerak menguat sebesar 51 poin menjadi Rp13.592 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.643 per dolar AS.
"Dolar AS berada di bawah tekanan pada akhir pekan ini (Jumat, 3/6) seiring dengan pelaku pasar yang terlihat menunggu seraya mencermati kondisi lebih lanjut mengenai laporan kerja bulanan Amerika Serikat yang akan dirilis," kata Kepala riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Jumat.
Kendati demikian, menurut dia, pelemahan dolar AS terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah masih relatif terbatas seiring dengan perkiraan jumlah pekerja di luar sektor pertanian di Amerika Serikat akan bertambah.
"Namun, jika data yang dirilis hasilnya tidak sesuai estimasi, tentu akan semakin menekan dolar AS karena akan memperkecil peluang untuk kenaikan suku bunga dalam waktu dekat," katanya.
Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta menambahkan bahwa nilai tukar rupiah kembali menguat setelah dalam beberapa hari terakhir ini sempat mengalami tekanan merespon lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) yang belum memberikan peringkat layak investasi.
"Kekecewaan pelaku pasar terhadap S&P sudah berkurang terlihat dari pasar keuangan lainnya seperti saham dan obligasi yang mulai membaik yang akhirnya berdampak pada rupiah," katanya.
Saat ini, lanjut dia, fokus investor kembali tertuju ke kebijakan pemerintah mengenai pengampunan pajak atau tax amnesty dan pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada bulan Juni nanti.
"Data ekonomi Amerika Serikat yang belum sesuai estimasi akan menghilangkan momentum penguatan dolar AS terhadap mata uang dunia," katanya.
"Dolar AS berada di bawah tekanan pada akhir pekan ini (Jumat, 3/6) seiring dengan pelaku pasar yang terlihat menunggu seraya mencermati kondisi lebih lanjut mengenai laporan kerja bulanan Amerika Serikat yang akan dirilis," kata Kepala riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Jumat.
Kendati demikian, menurut dia, pelemahan dolar AS terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah masih relatif terbatas seiring dengan perkiraan jumlah pekerja di luar sektor pertanian di Amerika Serikat akan bertambah.
"Namun, jika data yang dirilis hasilnya tidak sesuai estimasi, tentu akan semakin menekan dolar AS karena akan memperkecil peluang untuk kenaikan suku bunga dalam waktu dekat," katanya.
Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta menambahkan bahwa nilai tukar rupiah kembali menguat setelah dalam beberapa hari terakhir ini sempat mengalami tekanan merespon lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) yang belum memberikan peringkat layak investasi.
"Kekecewaan pelaku pasar terhadap S&P sudah berkurang terlihat dari pasar keuangan lainnya seperti saham dan obligasi yang mulai membaik yang akhirnya berdampak pada rupiah," katanya.
Saat ini, lanjut dia, fokus investor kembali tertuju ke kebijakan pemerintah mengenai pengampunan pajak atau tax amnesty dan pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada bulan Juni nanti.
"Data ekonomi Amerika Serikat yang belum sesuai estimasi akan menghilangkan momentum penguatan dolar AS terhadap mata uang dunia," katanya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016
Tags: