Jakarta (ANTARA News) - Penggabungan dua Lembaga Penyiaran Publik RRI dan TVRI menjadi Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) misinya adalah sebagai lembaga penyiaran negara dengan mengimbangi siaran-siaran dari lembaga penyiaran asing dalam konteks menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kata anggota Komisi I DPR RI, Arief Suditomo.

"Saat ini banyak siaran dari asing yang masuk ke Indonesia dan dinikmati masyarakat Indonesia langsung di rumah-rumah penduduk. Gencarnya siaran televisi asing ini akan mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku, masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda," kata Arief pada diskusi "Forum Legislasi: RUU RTRI" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.

Menurut dia, TVRI mendatang yang telah digabung dengan RRI, konteksnya bukan untuk bersaing dengan stasiun televisi swasta, tapi dalam konteks yang lebih besar lagi yakni bersaing dengan televisi asing yang melakukan penetrasi program dengan gencar ke Indonesia.

Program-program televisi asing, kata dia, diterima masyarakat Indonesia melalui paket siaran televisi berbayar, melalui paraboola, maupun melalui streaming.

"TVRI ke depan, didisain untuk menyajikan program-program bermuatan lokal dengan edukasi dan kearifan lokal, yang misinya untuk menjaga NKRI," katanya.

Politisi Partai Hanura ini menambahkan, melalui UU RTRI yang saat ini sedang dibahas DPR RI dan Pemerintah, TVRI ke depan ditargetkan menjadi lebih baik, baik secara kelembagaan maupun siaran-siarannya.

Bahwa untuk menjadi lebih baik perlu dilakukan penataan sumberdaya manusia dan adanya rasionalisasi, menurut dia, hal itu bisa saja terjadi.

"Saya melihat TVRI memiliki potensi yang sangat besar, tapi selama ini belum diberdayakan secara optimal," katanya.

Arief melihat, Pemerintah saat ini menyampaikan diseminasi program-programnya melalui televisi swasta.

Menurut dia, hal ini tidak tepat sehingga lembaga penyiaran publik (LPP) RRI dan TVRI ini akan digabung menjadi satu agar lebih efisian dan optimal.