56 persen anak pergi ke sekolah tanpa sarapan
27 Mei 2016 15:15 WIB
Dokter dari Obor Berkat Indonesia, memberi penjelasan kepada siswa SD Yayasan Perguruan Era Ibang, tentang pentingnya menjaga kesehatan pada program "Tanggo Peduli Gizi Anak Indonesia" di Medan, Sumut, Selasa (19/2/2013). Program yang dilaksanakan di 250 sekolah di beberapa kota di Indonesia, untuk memberi pemahaman kepada siswa dan guru tentang pentingnya menjaga kesehatan, pola hidup bersih dan mengenal gizi sejak dini. (FOTO ANTARA/Irsan Mulyadi)
Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 56 persen anak di Indonesia pergi sekolah tanpa sarapan terlebih dahulu di rumah, demikian disampaikan Dekan Ekologi Institut Pertanian Bogor Arif Satria.
"Sebanyak 56 persen anak sekolah berangkat menuntut ilmu tanpa sarapan terlebih dahulu. Dampaknya tidak bisa menangkap pelajaran secara maksimal," ujar Arif di Jakarta, Jumat.
Pelajaran yang diberikan oleh guru pun menjadi sia-sia, karena anak tidak konsentrasi akibat perut kosong.
"Kemampuan murid dalam mengingat menjadi berkurang. Jadi percuma, kalau kita memberikan ilmu sebanyak- banyaknya, tapi kemampuan mengingat anak kurang bagus."
Di sekolah pun, anak-anak tidak mendapatkan makanan yang bergizi untuk mengganjal perut. Sebagian besar jajanan di sekolah masih mengesampingkan nilai gizi. Dalam jangka panjang, hal itu akan berdampak pada sumber daya bangsa.
"Selama ini, kita selalu berpikir untuk keluar dari prasejahtera melalui uang. Padahal dengan gizi merupakan salah satunya."
Masyarakat sebenarnya tak perlu harus repot - repot membeli makanan untuk sarapan, menurut Arif, masyarakat bisa memanfaatkan potensi lokal.
Salah satu upaya yang dilakukan hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mencanangkan Program Gizi Anak Sekolah Dasar (Progas).
"Progas merupakan program peningkatan gizi anak sekolah melalui pendidikan gizi, peningkatan asupan gizi dan penumbuhan budi pekerti," ujar Direktur Pembinaan Sekolah Dasar Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbud, Wowon Widaryat.
Wowon menjelaskan program tersebut tidak hanya membiasakan anak untuk sarapan sebelum berangkat sekolah, tetapi juga mengedukasi orang tua mengenai pentingnya sarapan sebelum anak sekolah.
Kemdikbud juga memberikan dana bantuan untuk edukasi sarapan.
"Dana tersebut dipergunakan untuk sarapan anak-anak sebanyak 96 kali. Nanti yang memasak saran tersebut para orang tua mereka secara bersama-sama," tambah dia.
Wowon menambahkan dengan pelibatan publik tersebut, maka program tersebut dapat berjalan efektif. Selain itu juga para orang tua paham mengenai pentingnya sarapan sehat.
Dia menjelaskan program tersebut diselenggarakan di beberapa daerah yakni Kabupaten Kupang (dengan jumlah peserta 263 anak), Kabupaten Timor Tengah Selatan (dengan jumlah peserta didik sebanyak 285 anak), Kabupaten Tangerang (1820 anak), dan Kabupaten Belu (dengan jumlah peserta didik sebanyak 180 anak).
"Sebanyak 56 persen anak sekolah berangkat menuntut ilmu tanpa sarapan terlebih dahulu. Dampaknya tidak bisa menangkap pelajaran secara maksimal," ujar Arif di Jakarta, Jumat.
Pelajaran yang diberikan oleh guru pun menjadi sia-sia, karena anak tidak konsentrasi akibat perut kosong.
"Kemampuan murid dalam mengingat menjadi berkurang. Jadi percuma, kalau kita memberikan ilmu sebanyak- banyaknya, tapi kemampuan mengingat anak kurang bagus."
Di sekolah pun, anak-anak tidak mendapatkan makanan yang bergizi untuk mengganjal perut. Sebagian besar jajanan di sekolah masih mengesampingkan nilai gizi. Dalam jangka panjang, hal itu akan berdampak pada sumber daya bangsa.
"Selama ini, kita selalu berpikir untuk keluar dari prasejahtera melalui uang. Padahal dengan gizi merupakan salah satunya."
Masyarakat sebenarnya tak perlu harus repot - repot membeli makanan untuk sarapan, menurut Arif, masyarakat bisa memanfaatkan potensi lokal.
Salah satu upaya yang dilakukan hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mencanangkan Program Gizi Anak Sekolah Dasar (Progas).
"Progas merupakan program peningkatan gizi anak sekolah melalui pendidikan gizi, peningkatan asupan gizi dan penumbuhan budi pekerti," ujar Direktur Pembinaan Sekolah Dasar Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbud, Wowon Widaryat.
Wowon menjelaskan program tersebut tidak hanya membiasakan anak untuk sarapan sebelum berangkat sekolah, tetapi juga mengedukasi orang tua mengenai pentingnya sarapan sebelum anak sekolah.
Kemdikbud juga memberikan dana bantuan untuk edukasi sarapan.
"Dana tersebut dipergunakan untuk sarapan anak-anak sebanyak 96 kali. Nanti yang memasak saran tersebut para orang tua mereka secara bersama-sama," tambah dia.
Wowon menambahkan dengan pelibatan publik tersebut, maka program tersebut dapat berjalan efektif. Selain itu juga para orang tua paham mengenai pentingnya sarapan sehat.
Dia menjelaskan program tersebut diselenggarakan di beberapa daerah yakni Kabupaten Kupang (dengan jumlah peserta 263 anak), Kabupaten Timor Tengah Selatan (dengan jumlah peserta didik sebanyak 285 anak), Kabupaten Tangerang (1820 anak), dan Kabupaten Belu (dengan jumlah peserta didik sebanyak 180 anak).
Pewarta: Indriani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
Tags: