Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah melalui Menteri Negara Badan Usaha Milik negara (BUMN), Sugiharto, menargetkan kebutuhan gula nasional tercukupi sehingga tidak perlu dilakukan impor sebelum 2010. "Bahkan, kalau bisa lebih cepat dari 2010, produksi gula nasional sudah mencapai 3 juta ton atau sama dengan kebutuhan nasional," kata Meneg BUMN, Sugiharto, saat melakukan pertemuan bertema Revitalisasi Industri Gula BUMN di PTPN 10 Surabaya, Sabtu. Ia mengatakan, saat ini BUMN sedang mencanangkan revitalisasi pabrik gula untuk meningkatkan produksi gula nasional menjadi tiga juta ton dalam waktu tiga tahun. Jumlah produksi gula dari PTPN 10, misalnya, saat ini sebesar 70 persen dari 2,3 juta ton, sedangkan kebutuhan gula nasional mencapai 3 juta ton. Menteri menetapkan "action plan" pencapaian produksi gula sebesar 3 juta ton melalui peningkatan produksi tebu per ha, peningkatan rendemen, dan perluasan areal. Luas areal tebu nasional ditingkatkan dari 399.692 ha (pada 2006) menjadi sekitar 460.000 ha atau meningkat 60.308 dalam tiga tahun (sekitar 20 ha per tahun). Produktivitas tebu nasional ditingkatkan dari 79,63 ton/ha pada 2006 menjadi 81,52 ton/ha pada 2009. Sedangkan rendemen tebu ditingkatkan dari 7,79 persen pada 2006 menjadi 8 persen pada 2009 atau meningkat sebesar 2,70 persen. "Kalau ini dikloning di semua PTPN, maka BUMN sanggup memenuhi kebutuhan gula nasional dan stop impor," katanya. Namun, Sugiharto mengingatkan bahwa saat ini tebu tidak hanya digunakan sebagai bahan baku gula melainkan juga bioetanol dan bahan-bahan industri lain. "Oleh karena itu penambahan ladang baru gula sangat mutlak diperlukan," kata Menteri. Sedangkan, sejumlah aspek teknis yang dilakukan untuk memenuhi target produksi sebesar 700 ribu ton agar kebutuhan gula nasional terpenuhi dilakukan perbaikan sistem tebang, angkut, dan giling. Selain itu, penggunaan bibit unggul, membatasi penggunaan ratoon, rekondisi, peningkatan kapasitas pabrik, dan melakukan efisiensi di seluruh kegiatan operasional. Komitmen bersama juga dilakukan di tingkat aspek kelembagaan dan pembentukan "sugar fund" dalam rangka penyediaan dana pembenahan. (*)