Depok (ANTARA News) - Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Iskandar Zulkarnain menegaskan bahwa peneliti juga harus bisa berdiplomasi untuk membangun hubungan yang baik antar negara dalam upaya kerja sama bidang ilmu pengetahuan teknologi dan inovasi.

"Pentingnya diplomasi untuk berkompromi sehingga dalam bekerja sama (bidang ilmu pengetahuan dan teknologi) sampai batas tertentu kita bersepakat," kata Iskandar dalam Pelatihan Diplomasi Sains yang diselenggarakan LIPI di Depok, Jawa Barat, Rabu.

Dia mencontohkan kasus kesepakatan transfer teknologi dalam pembuatan alat utama sistem senjata (alutsista) yang dilakukan antar negara dengan ada beberapa ilmu yang tidak diberikan.

Iskandar menjelaskan bahwa kerja sama transfer teknologi yang dilakukan harus disepakati bersama secara detil agar bisa menguntungkan kedua negara. Dalam tahap kompromi untuk menyepakati kerja sama itulah diplomasi dari para ilmuwan dibutuhkan.

"Persoalan apa yang mau dialihteknologikan apa yang mau ditransfer, itu tergantung bagaimana diplomasi kita. Bagaimana kita bersepakat dalam diplomasi itu," ujar Iskandar.

Iskandar yang merupakan lulusan Fakultas Geologi ITB pada 1985 tersebut mengakui bahwa para peneliti Indonesia, khususnya di bidang iptek, sekarang ini belum memiliki kemampuan berdiplomasi yang cukup.

Dia berpendapat para peneliti Indonesia bidang sains hanya terfokus pada penelitiannya semata. "Peneliti nonsosial perlu kita tingkatkan kemampuan diplomasinya. Karena mereka tidak hanya melihat objek penelitiannya, tapi juga dampak penelitian dan apa manfaat yang diperoleh dari penelitian itu," ujar Iskandar.

Kepala Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI Nur Tri Aries Suestiningtyas mengatakan pelatihan diplomasi bagi para peneliti dan staf LIPI diadakan setiap tahun sejak 2006 dengan menghadirkan narasumber yang berpengalaman di bidangnya.

"Tahun lalu kita undang dosen-dosen. Kalau sekarang mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal," kata dia.