LPDS gelar lokakarya perubahan iklim bagi jurnalis
Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) Priyambodo RH (dua kiri) menjawab pertanyaan jurnalis didampingi Deputi Pendanaan Badan Pengelola REDD+ (kiri) Agus P Sari, Direktur Eksekutif Walhi Sulsel Asmar Exwar (kanan), dan perwakiilan BLHD Sulsel Anwar Latief (dua kanan) saat Lokakarya Meliput Perubahan Iklim di Hotel Aston, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa, (24/5/2016). Lokakarya tersebut digelar LPDS bekerja sama Kedubes Norwegia bertujuan untuk menambah pengetahuan dan melatih serta mengajarkan jurnalis bagaimana meliput terkait isu perubahan iklim yang terus berkembang. (ANTARA FOTO/Darwin Fatir/pd/16)
"Pelatihan ini untuk mengajarkan dan melatih wartawan saat meliput dan memantau perubahan iklim. Peserta yang mengikuti materi nantinya menuliskan 100 kata awal berita feature interpretatif," kata Direktur LPDS Priyambodo RH, Selasa.
Materi yang disajikan untuk didiskusikan bersama yakni strategi nasional perubahan iklim, tinjauan sekilas, lingkungan hidup, masalah hutan, serta usaha mengurangi emisi karbon dalam bayang-bayang perubahan iklim.
Direktur Eksekutif Walhi Sulsel Asmar Anwar dalam materi "Bayang-bayang Perubahan Iklim" menuturkan, kawasan hutan yang cukup luas di Sulsel mendapatkan ancaman paling nyata dari konsesi pertambangan.
Asmar menyebut terdapat 414 Perusahaan Pertambangan, beberapa diantaranya teridentifikasi masuk dalam kawasan hutan. Hampir sebagian besar izin usaha pertambangan dan hak guna usaha diterbitkan pemerintah kepada pengusaha.
"Hal inilah yang selalu berbenturan dengan kawasan kelola rakyat bahkan berbenturan dengan kawasan lindung. Sementara kawasan lindung memiliki kontribusi yang sangat besar bagi wilayah kelola rakyat," paparnya.
Selain itu kawasan ekologi sangat penting bagi ekosistem. Hal ini terjadi di kawasan pegunungan karst Maros dan Pangkep setengahnya masuk ke dalam wilayah Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (Babul).
Luas Babul sendiri diketahui kurang lebih 43.600,11 hektare dan kawasan karst Maros Maros-Pangkep kurang lebih 46.200 hektare, sedangkan kawasan karst yang masuk kedalam Babul seluas 22.800 hektare.
"Masuknya usaha pertambangan pada lokasi itu memperparah ekosistem yang ada. Kehidupan masyarakat dan keberadaan kars tidak bisa dipisahkan. Berdasarkan data ada sembilan Kecamatan di Maros rawan terkena dampak banjir, belum lagi masalah lain seperti pesisir," sebutnya.
Sementara perwakilan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Pemerintah Provinsi Sulsel Anwar Latief pada kesempatan itu mengatakan ada dua usaha dalam pengendalian iklim yakni adaptasi dan mitigasi.
"Adaptasi adalah usaha untuk dapat bertahan dari dampak perubahan iklim. Sedangkan Mitigasi adalah usaha untuk menurunkan penyebab terjadinya perubahan iklim," katanya.
Meski demikian usaha adaptasi itu telah dilakukan dengan pengadaan bibit padi redah emisi, peresapan air berupa program lubangi bumi simpan air dan perlindungan mata air untuk adaptasi.
Sedangkan usaha mitigasi yakni pengembangan biogas, pengadaan jalan tenaga surya, pengadaan lampu hemat energi, perlindungan dan rehabilitasi hutan serta lahan dan penanaman pohon termasuk tanaman perkebunan.
Deputi Pendanaan Badan Pengelolaan REDD+ priode 2014-2015 Agus P Sari menjelaskan materi tentang srategis nasional perubahan iklim Republik Indonesia, tinjauan sekilas.
Direktur SIEJ Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia IGG Maha Adi juga berbagai pengalaman apa saja yang harus dilakukan jurnalis dalam meliput konfrensi perubahan iklim.
"Ada banyak narasumber saat konferensi perubahan iklim dari berbagai negara dan semua penting, tetapi perlu dicatat jurnalis harus mengetahui apa yang menjadi prioritas liputan utama dengan menyiapkan rencana sebelum konfrensi itu berlangsung," tambahnya.
Pewarta: Darwin Fatir
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016