Jakarta (ANTARA News) - Semua mata di JIExpo Kemayoran malam ini tertuju kepada pianis muda Joey Alexander. Semua tertarik magnet ajaib musik Indonesia itu, bahkan setengah jam sebelum konser mulai, antrean masih saja mengular.

Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang belakangan ini disorot publik karena reklamasi Teluk Jakarta, tidak bisa mengalihkan perhatian tiga ribuan orang dari nomine termuda Grammy Awards untuk kategori jazz ini.

Tepat pukul 20.00 WIB, Najwa Shihab yang menjadi pemandu acara naik panggung untuk membuka konser.

Tak sampai 15 menit, yang ditunggu-tunggu naik ke panggung, sama seperti foto-foto yang kerap menghiasi media massa, wajah berkacamata dengan setelan hitam.

"Giant Steps" dipilihnya menjadi pembuka konsernya pulang kampung ke Indonesia.

Pada konser ini, Joey tidak sendiri, melainkan dikawani musisi Jeff "Tain" Watts pada drum dan Dan Chmielinski pada kontra bass.

Mendengar "Giant Steps" dimainkan langsung oleh si pencipta cilik, seperti layaknya mendengar alunan piano jazz, penonton tergoda memejamkan mata dan menggerakan kepala mengikuti irama.

Menikmati musiknya dengan cara seperti itu cukup membuat penonton paham mengapa Joey sampai dijuluki "prodigy" atau keajaiban. Joey sendiri tak suka dipanggil seperti ini.

Para pendengar musiknya sejenak lupa bahwa ia masihlah bocah berusia 12 tahun. Tarian jarinya pada tuts piano membuat semua kepala di JIExpo Kemayoran malam ini membayangkan musisi sudah berumur sedang tampil di panggung.

Joey pun tidak canggung mengimbangi Watts yang sudah mengantungi Grammy sejak 1986, juga Chmielinski.

Begitu asiknya bermain piano, sesekali Joey berdiri tanpa melepas tangannya dari tuts.

"Musisi sih enggak berasa kerja, selalu have fun," kata Joey ketika ditanya pulang kampung rasa kerja.

Joey juga berbagi pengalamannya saat tampil pada puncak Grammy Awards beberapa bulan lalu, kala dia diminta membawakan fragmen "City Lights" selama 90 detik.

"Susah karena menitnya dibuat lebih sedikit," kata Joey tentang komposisi yang berdurasi sekitar 10 menit saat di panggung.

"City Lights", bagi Joey menggambarkan energi yang dimiliki saat ini.

Permainan piano Joey pada nomor ini membuat pikiran terlempar ke hiruk-pikuk sebuah kota besar, ditingkahi bass dan drum yang memberi gambaran kesibukan kota.

Penuhi permintaan

Ketika Joey masuk nominasi Grammy untuk kategori Album Jazz Instrumental dan Best Improvised Jazz Solo, Basuki yang akrab dipanggil Ahok menyelamati sang musisi cilik dan berandai-andai bagaimana bila "Kicir-Kicir" dimainkan oleh Joey.

Di Kemayoran ini, ketika diminta naik ke atas panggung, Ahok tak ingin andai-andainya itu berhenti pada bayang semata.

Dan di atas panggung dia pun berseloroh, "Saya bayangkan lagu Jakarta tempo dulu kalau dibawakan Joey seperti apa."

"Yep, for sure," jawab Joey.

Kali ini, demi Jakarta tempo dulu yang dimintakan Ahok itu, Joey berganti teman panggung, Dira Sugandi menjadi vokalis bersama trio Joey-Dira-Barry Likumahuwa.

Dira rupanya sangat gugup melewatkan kolaborasi perdananya dengan Joey karena baginya sang pianis bukan hanya anak kecil yang mampu menembus dunia, tetapi musisi yang mendorong orang-orang meraih mimpi yang lebih besar.

Begitu juga dengan Barry, yang dulu sering bermain dengan Joey.

"Sekarang, dia sudah jago banget. Enggak tahu saya masih bisa main dengan dia atau enggak," candanya.

Sekitar 10 lagu ia bawakan dalam konser malam ini, kebanyakan berasal dari album perdana "My Favorite Things".

Joey pulang kampung 17 Mei lalu demi mempersiapkan konser tunggal perdananya di Indonesia sejak masuk nominasi Grammy.

Konser kali ini disebut sebagai konser terbesarnya di Indonesia. Dia berlatih hingga berjam-jam dalam sehari demi pertunjukan hari ini.

"Saya berlatih banyak lagu, kadang lagu baru. Saya juga kadang suka compose (menggubah) lagu," ungkap Joey.

Pada usia yang masih begitu belia, Joey sudah mantap menjadi musisi dan tidak pernah terpikir olehnya untuk melakukan hal lain.

"Musik sudah memilih saya, saya tidak tahu harus melakukan apa tanpa musik," kata Joey.