Keluarga korban MH17 Tuntut Putin dan Rusia
22 Mei 2016 10:44 WIB
Iringan mobil jenazah korban kecelakaan pesawat Malaysia Airlines MH17 dikawal polisi militer di jalan layang A27 dekat Nieuwegein, untuk diidentifikasi ahli di Hilversum, pada foto bertanggal 23 Juli 2014. (ANTARA FOTO/REUTERS/Marco de Swart)
Sydney (ANTARA News) – Keluarga korban pesawat Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH17, yang ditembak jatuh di atas Ukraina pada 2014, menuntut Presiden Vladimir Putin dan Rusia masing-masing sebesar 10 juta dolar Australia (sekitar Rp98,5 miliar) di Pengadilan HAM Eropa, seperti diberitakan The Sydney Morning Herald pada Sabtu (21/05), seperti dikutip AFP.
Klaim kompensasi itu dilayangkan kepada pengadilan HAM Eropa yang berbasis di Strasbourg oleh firma hukum Sydney LHD Lawyers pada 9 Mei. Mereka mewakili 33 sanak saudara korban asal Australia, Selandia Baru dan Malaysia.
Ke-298 penumpang dan krunya – mayoritas adalah warga Belanda – meninggal ketika Boeing 777 itu dihantam oleh sebuah rudal BUK antipesawat buatan Rusia di atas Ukraina pada 17 Juli 2014.
Beberapa dokumen yang diajukan LHD Lawyers menuduh bahwa Federasi Rusia berusaha menyembunyikan keterlibatan mereka dalam tragedi pesawat tersebut.
Jerry Skinner, salah satu kolega LHD yang turut menandatangani klaim itu, mengatakan kepada Herald bahwa kliennya meminta akuntabilitas.
“Mereka meminta uang dalam jumlah berarti agar Rusia menganggap hal ini serius,” kata Skinner.
Klaim kompensasi itu dilayangkan kepada pengadilan HAM Eropa yang berbasis di Strasbourg oleh firma hukum Sydney LHD Lawyers pada 9 Mei. Mereka mewakili 33 sanak saudara korban asal Australia, Selandia Baru dan Malaysia.
Ke-298 penumpang dan krunya – mayoritas adalah warga Belanda – meninggal ketika Boeing 777 itu dihantam oleh sebuah rudal BUK antipesawat buatan Rusia di atas Ukraina pada 17 Juli 2014.
Beberapa dokumen yang diajukan LHD Lawyers menuduh bahwa Federasi Rusia berusaha menyembunyikan keterlibatan mereka dalam tragedi pesawat tersebut.
Jerry Skinner, salah satu kolega LHD yang turut menandatangani klaim itu, mengatakan kepada Herald bahwa kliennya meminta akuntabilitas.
“Mereka meminta uang dalam jumlah berarti agar Rusia menganggap hal ini serius,” kata Skinner.
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016
Tags: