Menag lepas lampion Waisak di Borobudur
22 Mei 2016 00:31 WIB
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan pidato pada puncak perayaan Tri Suci Waisak 2560 BE/2016 di Taman Lumbini Komplek Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB), Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (21/5/2016). (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Magelang (ANTARA News) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Ketua Umum Walubi Siti Hartati Murdaya mengawali pelepasan lampion Waisak 2560 BE/2016 di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (21/5) malam.
Pelepasan sebanyak 5.000 lampion tersebut berlangsung di Lapangan Gunadharma kompleks Candi Borobudur usai Dharmasanti Waisak nasional di Taman Lumbini Candi Borobudur yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pelepasan lampion sebagai simbol memberikan penerangan kepada alam semesta.
Sebelum pelepasan lampion dibacakan parita-parita suci oleh umat Buddha. Kemudian penyalaan ribuan lilin dan doa permintaan umat.
Bhikkhu Sri Panyavaro Mahathera dalam pesan Waisak menyampaikan cinta kasih tidak sekadar emosional tetapi cinta kasih itu tanggung jawab sebagai manusia untuk tidak mengganggu yang lain.
"Tidak berbuat buruk karena keburukan itu menghancurkan dirinya dan orang lain," katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa pujangga buddhis Mpu Tantular dengan sangat bijak menerjemahkan cinta kasih itu menjadi ungkapan yang dikenal Bhinneka Tunggal Ika dengan menerima perbedaan, menghargai perbedaan dengan ketulusan hati.
Perbedaan itu tidak mungkin dilebur, dibuang begitu saja dijadikan satu, tetapi menerima dengan ketulusan hati karena di antara perbedaan itu hakikatnya adalah tunggal.
"Apakah yang tunggal itu. Kemanusiaan adalah universal, kebenaran yang hakiki adalah tunggal. Itulah yang membuat kita untuk menerima perbedaan, menghargai perbedaan dan ketulusan hati," katanya.
Ia menuturkan Bhinneka Tunggal Ika tidak hanya dimulai 600 tahun sejak Mpu Tantular menulis di lontar Sotasoma, tetapi dengan yakin moral Binneka Tunggal Ika itu sudah menjadi darah daging jati diri nusantara ratusan tahun sebelum Mpu Tantular.
"Jadi tulah yang menjadi sifat dasar bangsa Indonesia hingga kini, kami ingin memberikkan moral Bhinneka Tunggal Ika kepada dunia," katanya.
Pelepasan sebanyak 5.000 lampion tersebut berlangsung di Lapangan Gunadharma kompleks Candi Borobudur usai Dharmasanti Waisak nasional di Taman Lumbini Candi Borobudur yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pelepasan lampion sebagai simbol memberikan penerangan kepada alam semesta.
Sebelum pelepasan lampion dibacakan parita-parita suci oleh umat Buddha. Kemudian penyalaan ribuan lilin dan doa permintaan umat.
Bhikkhu Sri Panyavaro Mahathera dalam pesan Waisak menyampaikan cinta kasih tidak sekadar emosional tetapi cinta kasih itu tanggung jawab sebagai manusia untuk tidak mengganggu yang lain.
"Tidak berbuat buruk karena keburukan itu menghancurkan dirinya dan orang lain," katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa pujangga buddhis Mpu Tantular dengan sangat bijak menerjemahkan cinta kasih itu menjadi ungkapan yang dikenal Bhinneka Tunggal Ika dengan menerima perbedaan, menghargai perbedaan dengan ketulusan hati.
Perbedaan itu tidak mungkin dilebur, dibuang begitu saja dijadikan satu, tetapi menerima dengan ketulusan hati karena di antara perbedaan itu hakikatnya adalah tunggal.
"Apakah yang tunggal itu. Kemanusiaan adalah universal, kebenaran yang hakiki adalah tunggal. Itulah yang membuat kita untuk menerima perbedaan, menghargai perbedaan dan ketulusan hati," katanya.
Ia menuturkan Bhinneka Tunggal Ika tidak hanya dimulai 600 tahun sejak Mpu Tantular menulis di lontar Sotasoma, tetapi dengan yakin moral Binneka Tunggal Ika itu sudah menjadi darah daging jati diri nusantara ratusan tahun sebelum Mpu Tantular.
"Jadi tulah yang menjadi sifat dasar bangsa Indonesia hingga kini, kami ingin memberikkan moral Bhinneka Tunggal Ika kepada dunia," katanya.
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
Tags: