Jakarta (ANTARA News) - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) setuju penerapan hukuman kebiri bagi pelaku pemerkosaan, terutama yang korbannya anak di bawah umur.
"Kami setuju hukuman keras bagi pemerkosa, apakah itu kebiri, suntik hormon, atau yang lain," kata Sekjen PKB Abdul Kadir Karding di Kantor DPP PKB, Jakarta, Sabtu.
Karding mengemukakan hal itu usai melepas keberangkatan juara pertama putra-putri beserta dewan juri Lomba Baca Kitab Kuning untuk umroh ke Tanah suci dan ziarah ke makam Imam Ghozali di Iran.
Karding menegaskan bahwa hukuman keras terhadap pelaku kejahatan seksual harus diterapkan untuk menimbulkan efek jera.
Menurut dia, kasus kejahatan seksual dan pembunuhan terhadap Yuyun (14) merupakan puncak gunung es dari banyak kasus yang tak terungkap, yang bisa saja disebabkan korban enggan melapor.
Ia berharap kepada semua pihak yang peduli pada isu kejahatan seksual, terutama aparat berwenang, untuk secara konsisten menangani persoalan ini.
"Penanganan harus konsisten. Jangan sewaktu menjadi isu ramai saja," katanya.
Selain penegakan hukum, menurut Karding yang harus dilakukan untuk menekan kejahatan seksual, juga kejahatan lain, adalah penguatan keluarga, nilai-nilai agama, dan bangunan sosial.
Menurut dia, di dalam kasus ini, partai politik hendaknya juga tidak mengambil jarak. Menurut dia, parpol bisa berperan dalam penguatan regulasi, menjalankan advokasi, maupun upaya lain terkait pembangunan sosial.
"Partai harus bisa melakukan apa saja yang positif untuk bangsa ini. Jangan hanya hadir saat pemilu atau pilkada, tapi hadir dalam keseharian masyarakat," katanya.
Menurut dia, kegiatan Nusantara Mengaji yang digelar PKB belum lama ini, juga Lomba Baca Kitab Kuning, adalah bagian dari upaya PKB untuk menumbuhkan tradisi positif.
"Tradisi-tradisi positif seperti ini harus digalakkan, tidak hanya di bidang agama. Kami percaya apabila tradisi dikuatkan maka bangsa juga akan kuat," katanya.
PKB setuju hukuman kebiri bagi pemerkosa
14 Mei 2016 19:44 WIB
Partai PKB (kpu.go.id)
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016
Tags: