Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyastiti menjelaskan bahwa setiap fraksi wajib untuk mengumpulkan laporan kunjungan kerja (kunker) setiap anggotanya.

"Itu kewenangan fraksi yang mengawasi anggota dewan. Setiap anggota saat kunker ke dapil harus menyampaikan laporan ke fraksinya, nah sementera diperiksa BPK kan Kesekjenan (DPR), di kesekjenan tidak ada laporannya," kata Winantuningtyastiti di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp945,46 miliar dalam kunker perseorangan yang dilakukan oleh anggota DPR.

BPK menemukan banyak laporan kunker yang tidak memenuhi persyaratan sehingga susah diverifikasi apakah memang kegiatan kunker itu bisa dibuktikan atau tidak.

"Kami kerja sama dengan fraksi karena ini masa reses, dan kami mengumpulkan dan sudah banyak, banyak yang mengumpulkan laporan kunjungan kerja," tambah Winantuningtyastiti.

Namun ia mengakui bahwa tidak ada batasan berapa lama seorang anggota DPR wajib menyerahkan laporan kunkernya.

"Tidak ada ukuran berapa lama, dan besarannya juga tergantung pada daerah pemilihannya, bisa misalnya kalau dapil Papua lebih mahal dari Jawa Tengah, terkait tiket pulang pergi," ungkap Winantuningtyastiti.

Menurut Winangtuningtyaastiti, setiap anggota DPR pun hanya wajib mengumpulkan laporan tersebut ke masing-masing fraksi.

Dugaan kunker fiktif ini terungkap dari permintaan Fraksi PDI-Perjuangan kepada anggotanya untuk membuat laporan hasil kunker dan kunjungan di masa reses.

PDI-P mendapat informasi dari Setjen DPR soal hasil audit BPK tersebut.

KPK pun diminta untuk ikut mengusut potensi kerugian negara dari kunker fiktif tersebut namun hingga saat ini KPK belum mendapatkan laporan lengkap dari BPK.