Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) bidang Pengkajian dan Hubungan Antar Lembaga, Hari Basuki mengatakan dengan dikantonginya FLEGT License pertama di dunia maka industri hilir pengolahan kayu memiliki keunggulan komparatif dibanding negara penghasil kayu lainnya.

“Kami melihatnya seperti itu. Karena pertama di dunia, jadi secara riil lisensi ini memperkuat daya saing kita dari negara produsen furnitur lainnya seperti Vietnam dan China. Kita satu langkah di depan dan ini momentum yang menguntungkan,” katanya.

FLEGT sendiri merupakan Forest Law Enforcement Governance and Trade atau Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Bidang Kehutanan, di mana hal itu merupakan negosiasi Indonesia dan Uni Eropa dalam rangka FLEGT Voluntary Partnership Agreement.

Negosiasi tersebut dinakhodai oleh Kementerian Luar Negeri dan melibatkan para pemangku kepentingan baik dari unsur pemerintahan seperti kementerian, unsur industri dan masyarakat.

Dia juga memberi gambaran, biaya yang dikeluarkan untuk uji tuntas atau due diligence sekira 1.000-2.000 dollar AS per kontainer ukuran 20-40 feet.

Dengan dihilangkannya kewajiban uji tuntas seiring berlakunya SVLK, maka memangkas biaya ekspor produk furnitur.