Pengamat: hukuman kebiri pelaku cabul tidak tepat
Arsip - Wakil Ketua Internal Komnas HAM Siti Noor Laila (tengah) bersama Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Roichatul Aswidah (kiri) dan Koordinator Sub Komisi Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati (kanan) memberikan keterangan terkait Undang-Undang tentang Hukuman Kebiri bagi pelaku kejahatan seksual di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (15/2). Menurut Komnas HAM pemberian hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual tersebut dikualifikasi sebagai penghukuman keji dan tidak manusiawi yang tidak sesuai dengan konstitusi dan komitmen Indonesia dalam bidang hak asasi manusia. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
"Menurut saya, pemerkosaan atau bentuk pelecehan seksual lainnya adalah soal cognitive bahavior atau cara pandang, bukan semata-mata karena aktivitas biologis. Jadi, tidak tepat jika tubuh yang dihukum," ujar Herdiansyah Hamzah di Samarinda, Rabu.
Menurut dia, usulan hukuman kebiri tersebut merupakan pernyataan emosional kolektif yang kebetulan ikut didukung pemerintah.
"Padahal, masih perlu kajian yang lebih mendalam, termasuk pertimbangan biaya yang tentu akan mahal," katanya.
"Secara teknis ini juga soal waktu, kapan hukuman kebiri itu dilakukan. Apakah setelah putusan inkracht. Itu membutuhkan waktu yang panjang sementara semakin lama eksekusi, akan semakin terusik rasa keadilan bagi korban," tutur dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda tersebut.
Menurut dia, kekerasan seksual terjadi karena cara pandang yang selalu menempatkan perempuan sebagai objek seksual.
"Untuk itu, solusi hukuman juga harus mampu membangun cara pandang masyarakat akan pentingngya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan," ujar dia.
Ia berpendapat hukuman yang tepat bagi pelaku pencabulan adalah dengan menambah hukuman maksimal dari 15 tahun menjadi 20 tahun atau seumur hidup, ditambah hukuman dalam bentuk rehabilitasi bagi pelaku, khususnya yang masih anak-anak atau di bawah umur.
"Selain itu, penting untuk memfokuskan upaya pemulihan psikis bagi korban secara konkret," kata Herdiansyah Hamzah.
Pewarta: Amirullah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016