Okky Madasari bicara medsos di novel kelimanya
8 Mei 2016 01:55 WIB
Suasana diskusi novel terbaru Okky Madasari "Kerumunan Terakhir" di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu. (Antaranews.com/ Sella Panduarsa Gareta)
Jakarta (ANTARA News) - Novelis Okky Madasari kembali menemui pembacanya dengan merilis novel terbaru berjudul "Kerumunan Terakhir", yang bercerita tentang kegagapan manusia di tengah zaman yang berubah cepat dan tak memberi kesempatan untuk diam dan mengenang.
Menurut Okky, fenomena media sosial adalah inspirasi untuk 'Kerumunan Terakhir', di mana hadirnya media sosial dan penggunaannya yang masif membuat manusia tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang ada di media sosial.
"Ada masalah kemanusiaan di sana, di mana manusia berusaha keras untuk mendapat pengakuan atau ilusi atas kesuksesannya," kata Okky saat peluncuran novel tersebut di Jakarta, Sabtu.
Dunia rekaan dalam novel kelima Okky tersebut mengusung tokoh utama laki-laki bernama asli Jayanegara. Meskipun dalam kesehariannya ia bukanlah sosok ideal dan sukses, namun di media sosial dengan nama Matajaya, ia adalah seorang yang berbeda.
Melalui sosok Matajaya, Okky menyampaikan bagaimana perkembangan teknologi memengaruhi kehidupan manusia dan bahkan mampu mengubahnya sedemikian rupa, tanpa disadari. Teknologi, khususnya media sosial, lanjut Okky, memberikan kesempatan baru dan seiring dengan itu juga membawa masalah baru.
"Media sosial itu soal kerumunan. Kita hidup dari satu kerumunan ke kerumunan lain, jika dimanfaatkan dengan baik, kerumunan itu dapat menjadi kekuatan yang membuat kita bergerak bersama-sama seolah sebagai kekuatan besar," ungkap Okky.
Menurutnya, "Kerumunan Terakhir" akan menjadi novel Indonesia pertama yang serius membahas tentang teknologi dan media sosial yang mendalam, dari sisi kemanusiaannya.
Okky Madasari novelis yang mengawali kiprahnya sebagai wartawan, dan mulai menerbitkan novel sejak 2010 lewat debut "Entrok" yang berhasil mencuri perhatian khalayak sastra Indonesia.
Novel keduanya, "86" terinspirasi kasus-kasus korupsi di KPK yang pernah ia liput. Adapun novel Okky lainnya berjudul "Maryam" dan "Patung Jiwa".
Menurut Okky, fenomena media sosial adalah inspirasi untuk 'Kerumunan Terakhir', di mana hadirnya media sosial dan penggunaannya yang masif membuat manusia tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang ada di media sosial.
"Ada masalah kemanusiaan di sana, di mana manusia berusaha keras untuk mendapat pengakuan atau ilusi atas kesuksesannya," kata Okky saat peluncuran novel tersebut di Jakarta, Sabtu.
Dunia rekaan dalam novel kelima Okky tersebut mengusung tokoh utama laki-laki bernama asli Jayanegara. Meskipun dalam kesehariannya ia bukanlah sosok ideal dan sukses, namun di media sosial dengan nama Matajaya, ia adalah seorang yang berbeda.
Melalui sosok Matajaya, Okky menyampaikan bagaimana perkembangan teknologi memengaruhi kehidupan manusia dan bahkan mampu mengubahnya sedemikian rupa, tanpa disadari. Teknologi, khususnya media sosial, lanjut Okky, memberikan kesempatan baru dan seiring dengan itu juga membawa masalah baru.
"Media sosial itu soal kerumunan. Kita hidup dari satu kerumunan ke kerumunan lain, jika dimanfaatkan dengan baik, kerumunan itu dapat menjadi kekuatan yang membuat kita bergerak bersama-sama seolah sebagai kekuatan besar," ungkap Okky.
Menurutnya, "Kerumunan Terakhir" akan menjadi novel Indonesia pertama yang serius membahas tentang teknologi dan media sosial yang mendalam, dari sisi kemanusiaannya.
Okky Madasari novelis yang mengawali kiprahnya sebagai wartawan, dan mulai menerbitkan novel sejak 2010 lewat debut "Entrok" yang berhasil mencuri perhatian khalayak sastra Indonesia.
Novel keduanya, "86" terinspirasi kasus-kasus korupsi di KPK yang pernah ia liput. Adapun novel Okky lainnya berjudul "Maryam" dan "Patung Jiwa".
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016
Tags: