Yogyakarta berhati-hati soal penghapusan piutang pajak bumi bangunan
6 Mei 2016 17:42 WIB
ilustrasi - Pengguna jalan melintas di dekat genangan air hujan di kawasan Titik Nol Kilometer, DI Yogyakarta (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/2016)
Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah Kota Yogyakarta tidak bisa secepatnya menghapus piutang pajak bumi dan bangunan (PBB) yang sudah puluhan tahun dan tidak bisa lagi ditelusuri karena harus mengutamakan usur kehati-hatian.
"Untuk tahap awal, piutang yang akan dihapus adalah piutang pajak bumi dan bangunan (PBB) tahun pajak 1994. Banyak piutang pajak yang sudah tidak bisa lagi ditelusuri," kata Kepala Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota Yogyakarta Kadri Renggono di Yogyakarta, Jumat.
Dasar hukum yang digunakan untuk penghapusan piutang pajak adalah Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2015 tentang Penghapusan Piutang Daerah serta Surat Keputusan Wali Kota Yogyakarta Nomor 297/2015.
Saat ini, DPDPK Yogyakarta sudah membentuk tim untuk memverifikasi usulan penghapusan piutang daerah, yang berupa piutang pajak dan juga retribusi.
Proses penghapusan piutang daerah dimulai dengan penelitian untuk menentukan status kedaluwarsa dilanjutkan penerbitan surat keputusan piutang belum tertagih oleh wali kota, dan penerbitan keputusan penghapusan bersyarat dari neraca keuangan.
Namun demikian, lanjut Kadri, masih dibutuhkan waktu paling tidak selama dua tahun untuk menetapkan penghapusan piutang secara mutlak.
"Butuh waktu yang lumayan panjang untuk penghapusan piutang pajak. Unsur kehati-hatian harus tetap diutamakan agar tidak terjadi masalah di kemudian hari," katanya.
Piutang pajak bumi dan bangunan muncul akibat berbagai sebab, di antaranya wajib pajak sudah pindah domisili, objek pajak dijual, atau wajib pajak sudah meninggal dunia. Total piutang PBB di Kota Yogyakarta mencapai lebih dari Rp30 miliar.
Sementara itu, Kepala Bidang Pajak Daerah DPDPK Kota Yogyakarta Tugiyarto mengatakan, selain memproses penghapusan piutang PBB tahun pajak 1994, pihaknya juga menginventarisasi tanah hasil pembelian pemerintah dari warga yang masih menjadi objek pajak PBB. Pemerintah biasanya memanfaatkan tanah tersebut untuk dijadikan sebagai ruang terbuka hijau publik di wilayah.
Tugiyarto menyebut, tanah yang menjadi aset pemerintah bukan merupakan objek pajak dan seharusnya sudah tidak memiliki tagihan PBB. "Oleh karena itu, hal ini juga menjadi prioritas untuk segera diputihkan," katanya.
"Untuk tahap awal, piutang yang akan dihapus adalah piutang pajak bumi dan bangunan (PBB) tahun pajak 1994. Banyak piutang pajak yang sudah tidak bisa lagi ditelusuri," kata Kepala Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota Yogyakarta Kadri Renggono di Yogyakarta, Jumat.
Dasar hukum yang digunakan untuk penghapusan piutang pajak adalah Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2015 tentang Penghapusan Piutang Daerah serta Surat Keputusan Wali Kota Yogyakarta Nomor 297/2015.
Saat ini, DPDPK Yogyakarta sudah membentuk tim untuk memverifikasi usulan penghapusan piutang daerah, yang berupa piutang pajak dan juga retribusi.
Proses penghapusan piutang daerah dimulai dengan penelitian untuk menentukan status kedaluwarsa dilanjutkan penerbitan surat keputusan piutang belum tertagih oleh wali kota, dan penerbitan keputusan penghapusan bersyarat dari neraca keuangan.
Namun demikian, lanjut Kadri, masih dibutuhkan waktu paling tidak selama dua tahun untuk menetapkan penghapusan piutang secara mutlak.
"Butuh waktu yang lumayan panjang untuk penghapusan piutang pajak. Unsur kehati-hatian harus tetap diutamakan agar tidak terjadi masalah di kemudian hari," katanya.
Piutang pajak bumi dan bangunan muncul akibat berbagai sebab, di antaranya wajib pajak sudah pindah domisili, objek pajak dijual, atau wajib pajak sudah meninggal dunia. Total piutang PBB di Kota Yogyakarta mencapai lebih dari Rp30 miliar.
Sementara itu, Kepala Bidang Pajak Daerah DPDPK Kota Yogyakarta Tugiyarto mengatakan, selain memproses penghapusan piutang PBB tahun pajak 1994, pihaknya juga menginventarisasi tanah hasil pembelian pemerintah dari warga yang masih menjadi objek pajak PBB. Pemerintah biasanya memanfaatkan tanah tersebut untuk dijadikan sebagai ruang terbuka hijau publik di wilayah.
Tugiyarto menyebut, tanah yang menjadi aset pemerintah bukan merupakan objek pajak dan seharusnya sudah tidak memiliki tagihan PBB. "Oleh karena itu, hal ini juga menjadi prioritas untuk segera diputihkan," katanya.
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016
Tags: