Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro optimistis pertumbuhan ekonomi pada triwulan berikutnya akan lebih baik, meskipun pada triwulan I-2016 perekonomian nasional hanya tumbuh 4,92 persen.

Menurut dia saat dihubungi di Jakarta, Kamis, target pertumbuhan ekonomi masih bisa tercapai, karena pertumbuhan ekonomi triwulan I-2016 lebih baik dari periode yang sama tahun lalu yaitu pada triwulan I-2015 sebesar 4,73 persen.

"Basis growth Q1 sudah lebih tinggi dibanding tahun lalu dan potensi growth lebih tinggi di triwulan berikutnya lebih besar," katanya.

Bambang menjelaskan salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi triwulan I-2016 sedikit di luar perkiraan adalah konsumsi rumah tangga yang melambat karena permintaan dan daya beli masyarakat sedang menurun.

Untuk itu, Bambang mengatakan salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja perekonomian adalah dengan mendorong daya beli masyarakat agar sektor konsumsi rumah tangga bisa memberikan kontribusi lebih maksimal pada pertumbuhan.

"Pelemahan growth konsumsi terjadi karena pengaruh income dan (masyarakat) masih menahan konsumsi. Maka perlu belanja pemerintah lebih besar dan kenaikan PTKP (pendapatan tidak kena pajak) 50 persen," katanya.

Badan Pusat Statistik mencatat pengeluaran konsumsi rumah tangga melambat pada triwulan I-2016 atau hanya tumbuh 4,94 persen, dari biasanya kisaran lima persen, karena adanya pelemahan di seluruh kelompok lapangan usaha, kecuali sektor transportasi dan komunikasi serta sektor restoran dan hotel.

Meskipun demikian, pengeluaran konsumsi rumah tangga masih menyumbang distribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan I yaitu mencapai 56,86 persen, diikuti Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 33,16 persen dan ekspor 18,78 persen.

Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2016 sebesar 4,92 persen, lebih banyak didukung oleh konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) yang tumbuh 6,38 persen, PMTB 5,57 persen, konsumsi rumah tangga 4,94 persen dan konsumsi pemerintah 2,93 persen.

Namun, komponen ekspor dan impor masih terkontraksi masing-masing negatif 3,88 persen dan 4,24 persen seiring dengan perlambatan ekonomi di negara tujuan ekspor, penurunan harga komoditas, pelemahan permintaan domestik dan depresiasi rupiah.