Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia menilai laju konsumsi rumah tangga, sebagai salah satu kontributor pertumbuhan ekonomi, akan semakin baik pada triwulan II 2016, sejalan dengan terjaganya inflasi dan perkiraan untuk kenaikan pendapatan masyarakat.

Belanja pemerintah yang masih terbatas di triwulan I juga diperkirakan akan dipercepat di kurun April-Juni sehingga akan mendorong aliran investasi, kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis.

"Selain itu, percepatan penerapan paket kebijakan pemerintah, khususnya untuk meningkatkan daya saing dan iklim investasi akan dapat meningkatkan investasi dan ekspor," kata Tirta.

Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2016 tumbuh 4,94 persen (yoy). Meskipun belum kembali ke tren di atas 5,0 persen, konsumsi rumah tangga menunjukkan pertumbuhan, baik secara tahunan maupun jika dibandingkan triwulan IV 2015, yang tumbuh 0,17 persen.

Bank sentral juga meyakini transmisi dari pelonggaran kebijakan moneter, baik dari pelonggaran suku bunga acuan (BI Rate) dan penurunan Giro Wajib Minimum Primer, akan meningkat dan menggerakkan pertumbuhan.

Untuk triwulan I 2016, BI menilai laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4,29 persen dibandingkan tahun lalu (year on year/yoy) memang melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2015 yang sebesar 5,04 persen (yoy).

Pelambatan itu, menurut bank sentral karena masih terbatasnya belanja pemerintah di awal tahun, yang sebelumnya diharapkan dapat menggerakkan investasi.

"Pelemahan konsumsi pemerintah dipengaruhi oleh pola musiman belanja pemerintah di awal tahun yang masih relatif terbatas," kata Tirta.

BI melihat investor swasta juga cenderung masih menunggu yang akhirnya mengakibatkan tidak agresifnya kegiatan investasi, padahal kebutuhan pembangunan proyek infrastruktur sangat besar.

Namun, kontributor lain, yakni kinerja ekspor, menurut BI mulai menunjukkan perbaikan, meskipun masih terkontraksi karena dinamika perekonomian global.

Di triwulan I 2016, komponen ekspor terkontraksi 3,88 persen, dan impor 4,24 persen, seiring dengan pelambatan ekonomi di negara tujuan ekspor, penurunan harga komoditas, perlemahan permintaan domestik dan depresiasi rupiah