KPK apresiasi putusan hakim tolak praperadilan Sumber Waras
3 Mei 2016 23:01 WIB
Ilustrasi. Suasana aktivitas di Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta, Jumat (6/11/2015). Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) tentang laporan keuangan APBD DKI Jakarta menemukan indikasi adanya kerugian keuangan daerah sebesar Rp191,33 miliar dalam pembelian tanah RS Sumber Waras karena dinilai tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang terkait. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi keputusan hakim yang menolak gugatan praperadilan kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
"Dengan keputusan penolakan praperadilan hari ini, sudah jelas bahwa proses hukum yang kami laksanakan dalam kasus ini sudah sesuai. Kami apresiasi majelis hakim karena memberikan putusan demikian," kata kuasa hukum KPK Retno Cusnia di Jakarta, Selasa.
Lebih lanjut, Retno menilai gugatan praperadilan yang dilayangkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) tersebut tidak berdasar dan terkesan memaksa serta mencoba mengintervensi proses hukum KPK.
"Siapa pun boleh mengajukan gugatan, tetapi jangan sampai menyimpang dari tujuan semula. Kalau dipaksa, kami enggak bisa, KPK juga tidak bisa diintervensi dalam penyelidikan," kata Retno.
Atas keputusan hakim tersebut, Koordinator MAKI Buyamin Saiman menerimanya.
Menurut dia, hakim memiliki pertimbangan dalam memutuskan.
"Gugatan ini dalam rangka mengontrol kerja KPK. Akan tetapi, menurut hakim tuntutan kami bukan wewenang praperadilan," kata Buyamin.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memutuskan menolak gugatan praperadilan dari MAKI terkait dengan kasus pembelian lahan RS Sumber Waras adalah penolakan untuk kedua kalinya.
Sidang praperadilan yang dipimpin hakim tunggal Nursiam tersebut menyatakan gugatan yang dilayangkan MAKI salah sasaran karena gugatan itu menempatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai subjek praperadilan.
"Penempatan BPK sebagai subjek praperadilan salah subjek, error in persona, karena bukan lembaga yang menyelidik," kata Nursiam di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dasar pertimbangan hakim lainnya, yakni penyelidikan yang tengah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menjadi objek praperadilan tidak tepat. Wilayah kuasa praperadilan adalah menggugat penyidik atau jaksa penuntut umum.
Dari informasi yang dihimpun, gugatan praperadilan yang diajukan MAKI terhadap KPK terkait dengan pengusutan kasus pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta merupakan yang kedua kalinya ditolak. Gugatan praperadilan pertama terkait pengusutan kasus RS Sumber Waras ditolak pada hari Rabu (30/3/2016).
Saat itu, dalam putusan bernomor 17/pid.prap/2016/PN.Jkt.Sel, hakim Tursina Aftianty membacakan sebagian permohonan MAKI.
Hakim juga membacakan eksepsi dari KPK yang menyatakan menolak permohonan praperadilan yang diajukan para pemohon untuk selain dan selebihnya.
"Dengan keputusan penolakan praperadilan hari ini, sudah jelas bahwa proses hukum yang kami laksanakan dalam kasus ini sudah sesuai. Kami apresiasi majelis hakim karena memberikan putusan demikian," kata kuasa hukum KPK Retno Cusnia di Jakarta, Selasa.
Lebih lanjut, Retno menilai gugatan praperadilan yang dilayangkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) tersebut tidak berdasar dan terkesan memaksa serta mencoba mengintervensi proses hukum KPK.
"Siapa pun boleh mengajukan gugatan, tetapi jangan sampai menyimpang dari tujuan semula. Kalau dipaksa, kami enggak bisa, KPK juga tidak bisa diintervensi dalam penyelidikan," kata Retno.
Atas keputusan hakim tersebut, Koordinator MAKI Buyamin Saiman menerimanya.
Menurut dia, hakim memiliki pertimbangan dalam memutuskan.
"Gugatan ini dalam rangka mengontrol kerja KPK. Akan tetapi, menurut hakim tuntutan kami bukan wewenang praperadilan," kata Buyamin.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memutuskan menolak gugatan praperadilan dari MAKI terkait dengan kasus pembelian lahan RS Sumber Waras adalah penolakan untuk kedua kalinya.
Sidang praperadilan yang dipimpin hakim tunggal Nursiam tersebut menyatakan gugatan yang dilayangkan MAKI salah sasaran karena gugatan itu menempatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai subjek praperadilan.
"Penempatan BPK sebagai subjek praperadilan salah subjek, error in persona, karena bukan lembaga yang menyelidik," kata Nursiam di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dasar pertimbangan hakim lainnya, yakni penyelidikan yang tengah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menjadi objek praperadilan tidak tepat. Wilayah kuasa praperadilan adalah menggugat penyidik atau jaksa penuntut umum.
Dari informasi yang dihimpun, gugatan praperadilan yang diajukan MAKI terhadap KPK terkait dengan pengusutan kasus pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta merupakan yang kedua kalinya ditolak. Gugatan praperadilan pertama terkait pengusutan kasus RS Sumber Waras ditolak pada hari Rabu (30/3/2016).
Saat itu, dalam putusan bernomor 17/pid.prap/2016/PN.Jkt.Sel, hakim Tursina Aftianty membacakan sebagian permohonan MAKI.
Hakim juga membacakan eksepsi dari KPK yang menyatakan menolak permohonan praperadilan yang diajukan para pemohon untuk selain dan selebihnya.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
Tags: