Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPP Gerakan Bela Negara Mayjen TNI (purn) Budi Sujana meminta pemerintah terus mengingatkan masyarakat soal bahaya Partai Komunis Indonesia (PKI), yang belakangan dinilai telah muncul kembali.

"Masyarakat harus terus diingatkan. Komunisme tidak mempercayai Tuhan, sehingga bertentangan dengan Pancasila. Ini harus diingatkan. Makanya Bung Hatta bilang kalau ada komunis mengaku beragama atau orang beragama mengaku komunis ini artinya ada yang tidak beres dengan orang itu," kata Budi di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin.

Pemerintah, lanjut Budi seharusnya terus menegakkan TAP MPRS No 25 tahun 1966 dan UU No 27 tahun 1999. Kedua aturan itu menyatakan bahwa PKI dibubarkan dan organisasi itu terlarang di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, aturan itu juga melarang setiap kegiatan menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunisme.

"Pemerintah kalau betul-betul TAP MPRS No 25 tahun 1966 dan UU No 27 tahun 1999 itu masih berlaku ya tegakkan itu. Katanya kita negara hukum. Aturan itu masih belum dicabut kok, mari kita tegakkan. Jangan sampai rekonsiliasi membuka luka lama, malah justru terjadi hal-hal baru," kata dia.

"Di Jerman saja, NAZI tetap dilarang, karena dianggap pemberontak. Katanya mau pegang Pancasila, Yang bertentangan dengan Pancasila seperti Komunis ya dilarang sehingga TAP MPRS No 25 tahun 1966 tetap berlaku," tambah Budi.

Menurut Budi, tak seperti organisasi lain, PKI saat ini mengendam sambil menggeliat dan menyusun kekuatan. Oleh karenanya, dia berharap masyarakat dan pemerintah tak terlena mengira organisasi ini telah lenyap.

"Mereka (PKI) lebih kokoh dari tentara. Tiga siklus yang akan mereka lakukan, waktu kuat seperti peristiwa G30S/PKI, lalu begitu kalah akan mengendap sambil membina, menyusup, setelah itu kuat kembali lagi," tutur dia.

Dalam kesempatan itu, Budi juga menyayangkan berlangsungnya simposium tragedi 1965 yang berlangsung 18-19 April lalu. Menurut dia, ketimbang menyelsaikan masalah simposium itu justru membuka luka lama.

"Simposium itu akan menyelesaikan masalah atau justru menggali luka lama. Itu yang kami persoalkan. Nyatanya tuntutan PKI makin menjadi, meminta rekonsilisasi, rehabilitasi bahkan kompensasi. Akhirnya mereka umumnya meminta dicabutnya TAP MPRS No 25 tahun 1966 dan UU No 27 tahun 1999, " kata Budi.