Jumlah burung migran di Danau Limboto bertambah
29 April 2016 16:34 WIB
Ilustrasi--Burung Migrasi Taman Nasional Sembilang Puluhan juta burung migran dari berbagai belahan dunia menetap sementara di Semenanjung Taman Nasional Sembilang, Sungai Bungin, Banyuasin, Sumsel. Minggu (13/12). Semenanjung yang masuk dalam kawasan Taman Nasional dan dalam status konservasi internasional ini menjadi surga bagi sekitar 27 populasi burung dunia untuk mencari makan selama bermigrasi menunggu cuaca kembali normal. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi) ()
Gorontalo (ANTARA News) - Jumlah burung migran yang terpantau di Danau Limboto Provinsi Gorontalo saat ini bertambah menjadi 49 jenis, kata peneliti dan ahli biodiversitas dari Burung Indonesia, Panji Fauzan.
"Angka itu terus bertambah sejak sejumlah fotografer burung di Gorontalo menemukan 36 jenis dalam dua tahun terakhir, di danau yang sama," katanya di Gorontalo, Jumat.
Panji melakukan pengamatan selama 2014 hingga 2016, dengan metode jalur transek di tanggul yang membelah danau dan metode hitung (point count) di sejumlah area danau.
Sebagian besar burung yang terpantau merupakan suku Scolopacidae tercatat 12 jenis, contohnya kedidi leher merah (Calidris ruficollis), kedidi golgol (Calidris ferruginea), dan trinil lumpur asia (Limnodramus semipalmatus).
"Ketiganya berstatus hampir terancam. Burung trinil lumpur asia sendiri merupakan salah satu yang dilindungi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa," katanya.
Menurut dia, burung migran yang terpantau di danau, berada pada rentang waktu akhir hingga pertengahan tahun.
Pada Agustus hingga September merupakan waktu tertinggi kunjungan burung migran ke Danau Limboto di Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo itu.
"Pada waktu-waktu tersebut, burung migran datang dari belahan bumi utara, seperti Rusia dan China singgah di Danau Limboto," katanya.
Burung yang datang pada pertengahan tahun, merupakan migran dari selatan seperti Benua Australia.
Panji mengatakan danau yang kondisinya sedang kritis tersebut menjadi salah satu tempat persinggahan terpenting bagi burung migran di Semenanjung Sulawesi bagian utara.
Daratan yang berlumpur, kata dia, kaya akan nutrisi dan invertebrata sehingga menjadi sumber pakan burung penetap maupun migran.
"Itu sebabnya sangat penting untuk mempertahankan kawasan dan fungsi ekosistem di danau ini," katanya.
"Angka itu terus bertambah sejak sejumlah fotografer burung di Gorontalo menemukan 36 jenis dalam dua tahun terakhir, di danau yang sama," katanya di Gorontalo, Jumat.
Panji melakukan pengamatan selama 2014 hingga 2016, dengan metode jalur transek di tanggul yang membelah danau dan metode hitung (point count) di sejumlah area danau.
Sebagian besar burung yang terpantau merupakan suku Scolopacidae tercatat 12 jenis, contohnya kedidi leher merah (Calidris ruficollis), kedidi golgol (Calidris ferruginea), dan trinil lumpur asia (Limnodramus semipalmatus).
"Ketiganya berstatus hampir terancam. Burung trinil lumpur asia sendiri merupakan salah satu yang dilindungi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa," katanya.
Menurut dia, burung migran yang terpantau di danau, berada pada rentang waktu akhir hingga pertengahan tahun.
Pada Agustus hingga September merupakan waktu tertinggi kunjungan burung migran ke Danau Limboto di Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo itu.
"Pada waktu-waktu tersebut, burung migran datang dari belahan bumi utara, seperti Rusia dan China singgah di Danau Limboto," katanya.
Burung yang datang pada pertengahan tahun, merupakan migran dari selatan seperti Benua Australia.
Panji mengatakan danau yang kondisinya sedang kritis tersebut menjadi salah satu tempat persinggahan terpenting bagi burung migran di Semenanjung Sulawesi bagian utara.
Daratan yang berlumpur, kata dia, kaya akan nutrisi dan invertebrata sehingga menjadi sumber pakan burung penetap maupun migran.
"Itu sebabnya sangat penting untuk mempertahankan kawasan dan fungsi ekosistem di danau ini," katanya.
Pewarta: Debby Mano
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016
Tags: