Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menargetkan penyerapan dana sebesar Rp3 triliun dari penerbitan perdana instrumen obligasi negara untuk investor ritel dengan tingkat kupon mengambang atau Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR002.

"Penawaran yang masuk memang melebihi Rp3 triliun, bahkan mendekati Rp4 triliun, tapi targetnya tetap Rp3 triliun," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan di Jakarta, Kamis.

Robert mengharapkan para investor ritel memiliki minat terhadap SBR002 yang memiliki fitur lebih menarik dibandingkan obligasi ritel lainnya, seperti bisa menjadi jaminan dan adanya masa pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption).

Penerbitan SBR002 ini memiliki tingkat kupon minimal (floor) yang ditawarkan sebesar 7,5 persen dengan masa tenor dua tahun dan tanggal jatuh tempo pada 20 Mei 2018. Masa penawaran obligasi ini dimulai pada 28 April hingga 19 Mei 2016.


Tingkat kupon untuk periode tiga bulan pertama (26 Mei 2016 sampai 20 Agustus 2016) sebesar 7,5 persen, berasal dari tingkat Bunga Penjaminan LPS pada saat penetapan sebesar 7,25 persen ditambah spread tetap 25 bps.

Sedangkan, tingkat kupon berikutnya akan disesuaikan setiap tiga bulan pada tanggal penyesuaian kupon sampai dengan jatuh tempo. Penyesuaian tingkat kupon didasarkan pada tingkat bunga penjaminan LPS ditambah spread tetap 25 bps.

Pembayaran kupon obligasi negara tanpa warkat yang bisa dipesan minimum sebesar Rp5 juta dan maksimum Rp5 miliar ini dimulai 20 Juni 2016 dan selanjutnya berlangsung pada tanggal 20 setiap bulan.

Sementara, periode pengajuan early redemption adalah pada 1-14 Juni 2017 dengan tanggal ditetapkan pada 20 Juni 2017 dan nilai maksimal sebesar 50 persen dari total kepemilikan investor di masing-masing agen penjual.

Untuk memenuhi target penjualan dengan distribusi yang merata, sebanyak 24 agen penjual yang ditunjuk pemerintah akan mengadakan kegiatan sosialisasi ke 21 kota di Indonesia pada masa penawaran.

Robert mengatakan penerbitan SBR002 bisa menjadi pemicu penerbitan instrumen ritel lainnya dan mendorong pengembangan pasar domestik, agar di masa mendatang pemerintah tidak lagi menyerap pembiayaan dari investor asing.

"Pengembangan surat berharga negara pasar domestik penting dilakukan untuk perluasan basis ritel, karena dengan dana pihak ketiga yang tercatat mencapai Rp4.400 triliun, masih ada ruang untuk tumbuh bagi obligasi ritel," katanya.