Jakarta (ANTARA News) - PT Bank Central Asia Tbk meraup keuntungan bersih sebesar Rp4,5 triliun pada triwulan I 2016, atau tumbuh 11,1 persen dibandingkan periode sama pada 2015 yang sebesar Rp4,1 triliun.

Laba emiten berkode BBCA itu ditopang pendapatan operasional yang baik 17 persen menjadi Rp12,8 triliun pada triwulan I 2016, kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja di Jakarta, Rabu petang. Dalam pendapatan operasional itu, BCA mengantongi pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) Rp9,7 triliun yang tumbuh 14,0 persen secara tahunan (year on year).

Jahja mengatakan penopang saluran kredit adalah sektor korporasi yang naik 18 persen menjadi Rp129,4 triliun. Pertumbuhan sektor korprasi itu menyusul peralihan beberapa debitur baru korporasi, meskipun pemulihan ekonomi domestik belum bergerak cepat.

"Kami perlu akui, meski ekonomi sewaktu 2015 melambat, banyak yang datang ke BCA untuk sektor korporasi, seiring banyak juga pergesaran dari pembiayaan valuta asing ke rupiah," ujar Jahja.

Total portofolio kredit BCA hingga triwulan I 2016 sebesar Rp373,7 triliun, dengan kredit komersial dan UKM sebesar Rp142,3 triliun atau tumbuh 5,9 persen, kredit konsumer sebesar Rp102,1 triliun atau tumbuh 10.9 persen. Sedangkan kredit kepemilikan rumah (KPR) sebesar Rp 59,89 triliun atau tumbuh 9,3 persen dan kredit kendaraan bermotor sebesar Rp32,7 triliu atau tumbuh 13,8 persen.

Dengan ekspansinya saluran kredit, BCA mencatatkan kenaikan marjin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) menjadi 7 persen dari 6,7 persen pada akhir 2015. Menurut Jahja, kenaikan NIM itu bukan karena adanya kenaikan bunga kredit, melainkan strategi perseroan mendapat keuntungan dari penanaman dana di Sertifikat Bank Indonesia, pasca-peralihan dari pasar SWAP yang mengalami penurunan imbal hasil.

"Kalo secara tahunan memang naik kredit, namun kalau dibandingkan Desember 2015, kredit kita secara nominal turun Rp14 triliun atau 3,4 persen," ujarnya.

Atas dasar itu pula, Jahja tidak berani sesumbar untuk meningkatkan target pertumbuhan kredit, meskipun di tiga triwulan mendatang, pemerintah dan Bank Indonesia memproyeksikan perekonomian domestik akan membaik. BCA tetap mempertahankan target pertumbuhan kredit di 8-10 persen.

Sejalan ekspansi kredit, rasio pembiayaan bermasalah juga naik dari 0,7 persen menjadi 1,1 persen per akhir triwulan I 2016. Jahja menjelaskan, kenaikan NPL itu karena macetnya kredit dari sebuah nasabah korporasi yang menarik pembiayaan hingga Rp500 miliar, selain karena faktor alamiah lain yakni masih lesunya perekonomian diomestik.

Di luar pendapatan bunga bersih, BCA meraup pendapatan non bunga sebesar Rp3,06 triliun atau tumbuh 24 persen secara tahunan.

Dengan capaian laba di triwulan I 2016, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) BCA sebesar 20 persen. Sedangkan intermediasi perseroan yang terindikasi dari rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Funding Ratio/LFR) sebesar 78,9 persen. LFR yang relatif kecil itu dibanding bank lain, menandakan masih melonggarnya likuiditas BCA.

"Maka dari itu kita belum rencana terbitkan obligasi, likuiditas kita masih banyak," ujar Jahja.

Adapaun Dana Pihak ketiga BCA tumbuh 5,7 persen manjadi Rp470,4 triliun di triwulan I 2016. Sedangkan Rasio Biaya terhadap Pendapatan (Cost to Income Ratio) sebesar 69,7 persen. Hingga akhir triwulan I 2016, aset BCA tercatat Rp603,4 triliun atau tumbuh 8,2 persen secara tahunan.