Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mengajak seluruh masyarakat untuk berperan aktif dalam memperjuangkan hak sebagai konsumen yang harus sadar akan kualitas produk dan nantinya mampu mendorong industri dalam negeri untuk meningkatkan mutu barang.

"Konsumen Indonesia harus sadar akan kualitas produk sehingga hal tersebut akan mendorong industri dalam negeri untuk meningkatkan mutu," kata Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, dalam siaran pers yang diterima, Selasa.

Thomas mengatakan, konsumen cerdas juga mampu membatasi diri dengan mengonsumsi hanya sesuai kebutuhan. Selain itu, sudah saatnya masyarakat Indonesia memanfaatkan informasi digital dalam memberikan edukasi kepada konsumen dan mempercepat penyebaran informasi.

Berdasarkan hasil pemetaan Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) Indonesia yang dilakukan Kementerian Perdagangan menunjukkan nilai IKK Indonesia tahun 2015 hanya sebesar 34,17 dari nilai maksimal 100. Nilai tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan nilai perhitungan IKK di 29 negara Eropa pada tahun 2011 yang sudah mencapai 51,31.

Thomas menjelaskan, dengan nilai IKK 34,17 menunjukkan bahwa keberdayaan konsumen Indonesia baru berada pada level paham. Artinya, konsumen Indonesia sudah mengenali dan memahami hak dan kewajibannya sebagai konsumen, tetapi belum sepenuhnya mampu menerapkan dan memperjuangkannya.

Akibatnya, lanjut Thomas, konsumen Indonesia menjadi sangat rentan untuk dieksploitasi. Untuk itulah, pemerintah mengajak seluruh konsumen Indonesia agar menjadi konsumen yang kritis dan mampu berperan aktif dalam memperjuangkan haknya sebagai konsumen.

Salah satu fakta konsumen Indonesia belum mampu memperjuangkan haknya dapat dilihat dari perilaku konsumen dalam mengadu ketika terjadi masalah. Dari 1 juta penduduk Indonesia, jumlah pengaduan konsumen hanya sebesar 4,1.

Apabila ditelusuri lebih jauh lagi, menurut Thomas, rendahnya perilaku pengaduan konsumen disebabkan kurangnya pengetahuan konsumen terhadap institusi perlindungan konsumen yang ada. Dari survei lain yang dilakukan Kemendag, diketahui hanya 22,2 persen masyarakat Indonesia yang mengetahui institusi perlindungan konsumen, termasuk mengetahui fungsi dan peranannya.

Sebanyak 38,6 persen masyarakat Indonesia hanya kenal terhadap institusi perlindungan konsumen, tetapi tidak tahu fungsi dan peranan institusi tersebut. Bahkan, sebanyak 39,2 persen masyarakat Indonesia tidak mengetahui sama sekali mengenai institusi perlindungan konsumen.

Terkait hal tersebut, Thomas menegaskan bahwa institusi perlindungan konsumen masih perlu diperkuat agar lebih dikenal dan dapat memberi manfaat yang nyata bagi konsumen Indonesia.

Thomas menambahkan, pelaku usaha juga wajib memiliki tata nilai perlindungan konsumen. Dengan tren pasar ke depan yang semakin terbuka, aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, dan lingkungan hidup (K3L) produk yang dikonsumsi menjadi aspek penting yang harus diperhatikan para pelaku ekonomi.

"Perlindungan konsumen merupakan prasyarat mutlak untuk menghadirkan perekonomian yang kuat melalui keseimbangan antara kepentingan konsumen dan pelaku usaha," ujar Thomas.

Selama lima tahun terakhir, kontribusi pengeluaran konsumsi rumah tangga terhadap PDB Indonesia telah mencapai rata-rata 55,4 persen. Bahkan pada saat krisis ekonomi dunia di tahun 1997-1998, konsumsi kelompok menengah menjadi kunci penyelamat Indonesia dari kelesuan ekonomi yang mendalam.

"Potensi konsumen harus mampu dioptimalkan untuk dapat mengambil peran aktif dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi demi kepentingan nasional. Pemerintah dan pelaku usaha harus bersinergi membangun pasar dalam negeri yang kuat," kata Thomas.

Sementara itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas telah menyusun Strategi Nasional Perlindungan Konsumen untuk lima tahun ke depan. Cakupannya meliputi tiga pilar utama, yakni peningkatan efektivitas peran pemerintah, peningkatan pemberdayaan konsumen, dan peningkatan kepatuhan pelaku usaha.

Salah satu target utama penguatan perlindungan konsumen dalam lima tahun ke depan adalah meningkatkan IKK Indonesia, dari 34,17 menjadi 50,0.

"Arah kebijakan Perlindungan Konsumen Nasional untuk lima tahun ke depan adalah memperkuat landasan perlindungan konsumen dan mempercepat pelaksanaan upaya perlindungan konsumen di sektor strategis. Ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia dan menciptakan pasar yang lebih berkeadilan," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil.

Selanjutnya, Kemendag akan mengkoordinasikan penyusunan Rencana Aksi Perlindungan Konsumen dengan mengacu pada Strategi Nasional Perlindungan Konsumen tersebut. Kedua dokumen ini akan ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan dijadwalkan selesai paling lambat akhir tahun ini.

Upaya penguatan perlindungan konsumen dalam lima tahun ke depan akan diprioritaskan pada sembilan sektor strategis, yaitu obat, makanan, dan minuman, jasa keuangan, jasa pelayanan publik, perumahan atau properti, jasa transportasi, jasa layanan kesehatan, jasa telekomunikasi, barang-barang konsumsi tahan lama, serta e-commerce.