BBPOM: Jakarta Barat-Utara rawan peredaran kosmetik ilegal
25 April 2016 21:38 WIB
Petugas menata ratusan obat-obatan, kosmetik ilegal dan palsu saat gelar barang bukti tangkapan hasil Operasi Storm VII di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Jakarta, Senin (25/4/2016). (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) DKI Jakarta Dewi Prawitasari mengungkapkan wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Utara merupakan lokasi rawan peredaran kosmetik ilegal dan dengan kandungan bahan berbahaya.
"Beberapa kali yang kami temukan itu di wilayah (Jakarta) Utara dan (Jakarta) Barat, tapi tidak tertutup kemungkinan juga ada di wilayah lain," kata Dewi di Kantor BBPOM Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan wilayah Jakarta Utara merupakan daerah yang memiliki posisi strategis sebagai pintu masuk produk-produk impor, termasuk sarana gudang penyimpanan produk-produk ilegal. Namun, Dewi tidak mau menyebut lokasi pasar atau toko-toko tempat peredaran kosmetik ilegal secara detil.
Selain kosmetik tanpa izin edar, BBPOM DKI Jakarta juga kerap menemukan produk-produk pangan ilegal atau tanpa izin edar di wilayah Jakarta Utara. Dewi menyebut tidak tertutup kemungkinan produk-produk ilegal lain juga ditemukan di sejumlah daerah di Jakarta Utara.
Dalam pengungkapan hasil operasi produk-produk kosmetik, obat, dan obat tradisional ilegal pada Operasi Storm VII oleh BPOM beserta instansi lain ditemukan produk kosmetik merupakan yang terbanyak disita atau 50 persen dari 4.441 jenis produk.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Roy Sparringa menjelaskan produk kosmetik juga banyak yang dipalsukan, selain didistribusikan tanpa izin edar dan juga mengandung bahan berbahaya.
"Modus operandi produk kosmetik dengan melakukan pengemasan ulang seolah-olah itu produk impor," kata Roy.
Produk-produk kosmetik ilegal tersebut diedarkan secara online maupun konvensional di tempat-tempat yang tidak resmi.
Selain itu ada pula obat-obatan tanpa izin edar serta obat tradisional yang telah dicampur dengan bahan kimia obat seperti phenylbutazone, dexamethasone, dan paracetamol yang disita oleh BPOM dalam Operasi Storm VII.
Peredaran produk kosmetik dan obat-obatan tersebut paling banyak ditemukan di wilayah Jawa Timur yang kemudian disusul oleh DKI Jakarta.
"Beberapa kali yang kami temukan itu di wilayah (Jakarta) Utara dan (Jakarta) Barat, tapi tidak tertutup kemungkinan juga ada di wilayah lain," kata Dewi di Kantor BBPOM Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan wilayah Jakarta Utara merupakan daerah yang memiliki posisi strategis sebagai pintu masuk produk-produk impor, termasuk sarana gudang penyimpanan produk-produk ilegal. Namun, Dewi tidak mau menyebut lokasi pasar atau toko-toko tempat peredaran kosmetik ilegal secara detil.
Selain kosmetik tanpa izin edar, BBPOM DKI Jakarta juga kerap menemukan produk-produk pangan ilegal atau tanpa izin edar di wilayah Jakarta Utara. Dewi menyebut tidak tertutup kemungkinan produk-produk ilegal lain juga ditemukan di sejumlah daerah di Jakarta Utara.
Dalam pengungkapan hasil operasi produk-produk kosmetik, obat, dan obat tradisional ilegal pada Operasi Storm VII oleh BPOM beserta instansi lain ditemukan produk kosmetik merupakan yang terbanyak disita atau 50 persen dari 4.441 jenis produk.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Roy Sparringa menjelaskan produk kosmetik juga banyak yang dipalsukan, selain didistribusikan tanpa izin edar dan juga mengandung bahan berbahaya.
"Modus operandi produk kosmetik dengan melakukan pengemasan ulang seolah-olah itu produk impor," kata Roy.
Produk-produk kosmetik ilegal tersebut diedarkan secara online maupun konvensional di tempat-tempat yang tidak resmi.
Selain itu ada pula obat-obatan tanpa izin edar serta obat tradisional yang telah dicampur dengan bahan kimia obat seperti phenylbutazone, dexamethasone, dan paracetamol yang disita oleh BPOM dalam Operasi Storm VII.
Peredaran produk kosmetik dan obat-obatan tersebut paling banyak ditemukan di wilayah Jawa Timur yang kemudian disusul oleh DKI Jakarta.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016
Tags: