Anggota DPR ungkap curhat Damayanti di persidangan
25 April 2016 16:08 WIB
Terdakwa kasus dugaan suap anggota DPR RI terkait proyek infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Damayanti Wisnu Putranti (kiri) mengikuti sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (22/6/2016). Dalam sidang tersebut jaksa penuntut umum KPK menghadirkan lima saksi yang merupakan pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Alamuddin Dimyati Rois mengungkapkan curahan hati rekannya satu komisi dari fraksi PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti.
"Di kantor KPK pernah dikonfrontir dengan Damayanti sampai nangis," tanya jaksa penuntut umum KPK Abdul Basir dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin.
"Sama-sama nangis karena kalau ada apa-apa saya curhat ke Mbak Yanti, Mbak Yanti nangis, jadi saya ikut nangis," jawab Alamuddin yang menjadi saksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
"Damayanti ngomong tidak kalau punyamu diambil Musa (Ketua Kelompok Fraksi PKB Komisi V)," tanya jaksa Basir.
"Saya bilang gak ada karena memang tidak ada proyek, Mbak Yanti hanya titip anak, tolong dijagain," jawab Alamudin.
Namun, jaksa kemudian menunjukkan percakapan melalui pesan singkat (SMS) tanggal 12 Oktober 2015 dari Alamuddin ke Damyanti yang berbunyi: "NdEeek dauhe mbak yu saja. Aku tak sowan ke rumah panjenengan di lenteng agung".
"Ini intinya ikut saja, kalau tidak salah ngomongin mungkin kunjungan kerja ke mana terus saya ikut saja," ungkap Alamudin.
"Tadi kunjungan kerja Agustus, tapi SMS ini dikirim jauh setelah kunker tapi sebelum pengesahan anggaran, jadi ini membicarakan apa?" tanya jaksa lagi.
"Lupa," jawab Alamuddin berkilah.
Namun Alamuddin tidak membantah ia pernah bertemu dengan Amran Hi Mustary selaku Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara bersama Damayanti dan dua rekannya Julia dan Dessy.
"Sebenernya tidak pernah kontak sama Amran, tapi saya diajak ketemu sama Damayanti ngopi-ngopi di hotel Ambhara, tidak jauh beda setelah rapat kerja. Di sana sudah ada Damayanti, Budi Bupriyanto, Pak Amran, Uwi (Julia) dan Dessy tapi saya tidak bicara sedikitpun dengan saudara Amran karena saya meja. Jadi saya tidak mendengar apapun pembicaraan mereka," kata Alamuddin beralsan.
Alamuddin bersikeras hal itu tidak ada pembicaraan mengenai proyek dana aspirasi.
"Tidak tahu ada program jalan di Maluku. Saya tidak tau dana aspirasi, setiap kunjungan ke dapil itu di dapil saya ada beberapa orang yang curhat tentang rumah. Saya tidak mengusulkan program tapi sudah ada di kementerian. Saya cuma bilang itu di daerah saya tolong dong dibantu," ungkap Alamuddin beralasan.
Abdul Khoir yang didakwa memberikan uang sejumlah total Rp21,28 miliar; 1,674 juta dolas Singapura dan 72.727 dolar AS kepada pejabat Kementerian Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat dan anggota DPR.
Rinciannya adalah kepada Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary sebesar Rp13,78 miliar dan 202.816 dolar Singapura, kepada Kapoksi PAN Komisi V Andi Taufan Tiro sebesar Rp7,4 miliar, Kapoksi PKB Komisi V Musa Zainuddin sebesar Rp7 miliar, Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp4,28 miliar dan anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto senilai 305 ribu dolar Singapura.
Atas perbuatan tersebut, Abdul Khoir didakwa berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP mengenai perbuatan memberikan sesuatu atau janji kepada penyelenggara negara dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
"Di kantor KPK pernah dikonfrontir dengan Damayanti sampai nangis," tanya jaksa penuntut umum KPK Abdul Basir dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin.
"Sama-sama nangis karena kalau ada apa-apa saya curhat ke Mbak Yanti, Mbak Yanti nangis, jadi saya ikut nangis," jawab Alamuddin yang menjadi saksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
"Damayanti ngomong tidak kalau punyamu diambil Musa (Ketua Kelompok Fraksi PKB Komisi V)," tanya jaksa Basir.
"Saya bilang gak ada karena memang tidak ada proyek, Mbak Yanti hanya titip anak, tolong dijagain," jawab Alamudin.
Namun, jaksa kemudian menunjukkan percakapan melalui pesan singkat (SMS) tanggal 12 Oktober 2015 dari Alamuddin ke Damyanti yang berbunyi: "NdEeek dauhe mbak yu saja. Aku tak sowan ke rumah panjenengan di lenteng agung".
"Ini intinya ikut saja, kalau tidak salah ngomongin mungkin kunjungan kerja ke mana terus saya ikut saja," ungkap Alamudin.
"Tadi kunjungan kerja Agustus, tapi SMS ini dikirim jauh setelah kunker tapi sebelum pengesahan anggaran, jadi ini membicarakan apa?" tanya jaksa lagi.
"Lupa," jawab Alamuddin berkilah.
Namun Alamuddin tidak membantah ia pernah bertemu dengan Amran Hi Mustary selaku Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara bersama Damayanti dan dua rekannya Julia dan Dessy.
"Sebenernya tidak pernah kontak sama Amran, tapi saya diajak ketemu sama Damayanti ngopi-ngopi di hotel Ambhara, tidak jauh beda setelah rapat kerja. Di sana sudah ada Damayanti, Budi Bupriyanto, Pak Amran, Uwi (Julia) dan Dessy tapi saya tidak bicara sedikitpun dengan saudara Amran karena saya meja. Jadi saya tidak mendengar apapun pembicaraan mereka," kata Alamuddin beralsan.
Alamuddin bersikeras hal itu tidak ada pembicaraan mengenai proyek dana aspirasi.
"Tidak tahu ada program jalan di Maluku. Saya tidak tau dana aspirasi, setiap kunjungan ke dapil itu di dapil saya ada beberapa orang yang curhat tentang rumah. Saya tidak mengusulkan program tapi sudah ada di kementerian. Saya cuma bilang itu di daerah saya tolong dong dibantu," ungkap Alamuddin beralasan.
Abdul Khoir yang didakwa memberikan uang sejumlah total Rp21,28 miliar; 1,674 juta dolas Singapura dan 72.727 dolar AS kepada pejabat Kementerian Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat dan anggota DPR.
Rinciannya adalah kepada Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary sebesar Rp13,78 miliar dan 202.816 dolar Singapura, kepada Kapoksi PAN Komisi V Andi Taufan Tiro sebesar Rp7,4 miliar, Kapoksi PKB Komisi V Musa Zainuddin sebesar Rp7 miliar, Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp4,28 miliar dan anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto senilai 305 ribu dolar Singapura.
Atas perbuatan tersebut, Abdul Khoir didakwa berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP mengenai perbuatan memberikan sesuatu atau janji kepada penyelenggara negara dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016
Tags: