"Di dalam undang-undang, pajak memang sudah diatur. Akan lebih baik ada insentif yang diberikan, jika penghapusan pajak tidak mungkin dilakukan," kata Sekretaris Jenderal IKAPI DIY, Agus Hariyanto, dalam pertemuan dengan Komite III DPD, di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, total pajak yang harus dibayarkan penerbit saat menerbitkan buku mencapai setidaknya 13 persen dari harga buku.
"Apalagi, dalam dua tahun terakhir kantor pajak sangat intensif melakukan penarikan pajak," katanya.
Ia mencontohkan, jika sebelumnya penerbit mampu menerbitkan dua hingga tiga buku fiksi dalam sebulan, maka akhir-akhir ini jumlah buku yang diterbitkan berkurang menjadi dua hingga tiga judul dalam waktu enam bulan.
Sebagian besar penerbit yang tergabung di IKAPI DIY adalah penerbit buku fiksi, dan hanya kurang dari 10 persen yang menerbitkan buku untuk sekolah. Total anggota IKAPI yang aktif tercatat sekitar 50 penerbit.
Ia menyatakan, seluruh permasalahan tersebut dapat diselesaikan jika minat baca masyarakat tinggi. "Untuk meningkatkan minat baca ini, kami membutuhkan bantuan dari pemerintah," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komite III DPD, Fahira Idris, mengatakan, pertemuan dengan IKAPI DIY untuk mengumpulkan masukan dan pendapat yang dibutuhkan guna menyusun pendapat DPD terhadap RUU Perbukuan yang kini dibahas di DPR.
Dia menyoroti kebijakan pajak buku yang dinilai masih memberatkan, termasuk terhadap buku-buku ilmu pengetahuan yang seharsnya dibebaskan dari pajak.
"Di berbagai negara maju, pajak terhadap buku sekolah atau pengetahuan sudah tidak ada sehingga masyarakat bisa memperoleh akses yang lebih banyak terhadap buku berkualitas," katanya.
Ia menambahkan, distribusi buku tidak hanya terpusat di Pulau Jawa saja tetapi juga merata di seluruh Indonesia agar seluruh warga memiliki akses yang sama terhadap buku.