Pembentukan holding BUMN Energi menjadikan gas murah
21 April 2016 21:54 WIB
ilustrasi Penyaluran Gas Rumah Tangga Pekerja memeriksa alat penurun tekanan gas milik Perusahaan Gas Negara (PGN) di Semarang, Jateng, Senin (16/2/15). (ANTARA FOTO/R. Rekotomo) (
Jakarta (ANTARA News) - Kalangan pengusaha menilai rencana pemerintah melebur PT Perusahaan Gas Negara ke dalam PT Pertamina menjadi satu holding BUMN sektor energi berdampak positif bagi konsumen gas di Tanah Air karena bisa mendapatkan harga lebih murah.
"Jika PGN digabungkan ke Pertamina diharapkan infrastruktur pengembangannya akan lebih baik. Selain itu, harga gas juga diharapkan bisa lebih murah," kata Ketua Forum Industri Pengguna Gas Alam, Ahmad Safiun di Jakarta, Kamis.
Menurut Safiun, penyatuan kedua perusahaan tersebut diharapkan membuat pembangunan infrastruktur gas bisa lebih terkoordinasi.
Daerah-daerah yang belum dibangun infrastruktur gas bisa segera dibangun. "Seperti di JawaTengah misalnya yang belum ada pipa," katanya.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga tahun 2030 pemerintah memperkirakan kebutuhan dana untuk membangun infrastruktur gas sebesar 24,3 miliar dolar AS.
Safiun mengatakan energi, termasuk gas merupakan kebutuhan pokok bagi industri. Pemerintah seharusnya mengarah untuk menggerakkan industri dan bukan untuk mengejar pendapatan negara.
"Jika gas diberikan atau memang disalurkan ke industri, hasilnya bagus karena negara akan lebih besar disebabkan industri membayar pajak," katanya.
Ketua Koordinator Gas Kadin Indonesia, Ahmad Widjaja mengatakan penggabungan PGN ke Pertamina sudah seharusnya dilakukan pemerintah agar distribusi gas nasional menjadi lebih efisien. "Penggabungan PGN ke Pertamina juga akan menciptakan holding BUMN energi menjadi lebih kokoh," katanya.
Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memutuskan menjadikan Pertamina sebagai induk usaha (holding) badan usaha milik negara di sektor energi. PGN, yang 57 persen sahamnya dikuasai negara, akan menjadi salah satu anak usaha holding BUMN energi tersebut.
Menteri BUMN Rini Soemarno sebelumnya mengatakan segala masalah menyangkut Pertamina yang menjadi induk atau holding PGN selesai sebelum Lebaran 2016. "Kajian sudah selesai dan proses sudah jalan semua. Saya juga sudah berbicara dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan PP-nya akan diajukan ke Presiden JokoWidodo," katanya.
Menurut Rini, pemilihan Pertamina sebagai induk usaha PGN karena perusahaan pelat merah itu dikuasai 100 persen sahamnya oleh negara.
Pertamina telah berinvestasi cukup signifikan dalam pembangunan pipa transmisi demi menjamin monetisasi cadangan hulu dan optimasi produksi gas nasional. Di hulu (upstream), perseroan mengoperasikan sejumlah ladang gas dengan produksi rata-rata sebesar 1.700 juta kaki kubik per hari(MMSCFD).
Bahkan, Pertamina pada 2018 akan menjadi operator sekaligus pemegang hak partisipasi terbesar di blok gas terbesar di Indonesia, Blok Mahakam di Kalimantan Timur.
Pertamina bersama mitra dari luar negeri dan lokal juga mengoperasikan PT Donggi Senoro LNG (DSLNG) yang memproduksi LNG. DSLNG tercatat mendapat pasokan gas alam dari PT Pertamina EP area Matindok, PT Pertamina Hulu Energi Tomori Sulawesi, dan perusahaan lainnya.
Sementara itu, PGN menargetkan penambahan jaringan gas rumah tangga 110 ribu hingga 2019, PGN juga akan menambah panjang pipa gas lebih dari 1.680 kilometer (km). Saat ini panjang pipa PGN lebih dari 6.980 km.
"Jika PGN digabungkan ke Pertamina diharapkan infrastruktur pengembangannya akan lebih baik. Selain itu, harga gas juga diharapkan bisa lebih murah," kata Ketua Forum Industri Pengguna Gas Alam, Ahmad Safiun di Jakarta, Kamis.
Menurut Safiun, penyatuan kedua perusahaan tersebut diharapkan membuat pembangunan infrastruktur gas bisa lebih terkoordinasi.
Daerah-daerah yang belum dibangun infrastruktur gas bisa segera dibangun. "Seperti di JawaTengah misalnya yang belum ada pipa," katanya.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga tahun 2030 pemerintah memperkirakan kebutuhan dana untuk membangun infrastruktur gas sebesar 24,3 miliar dolar AS.
Safiun mengatakan energi, termasuk gas merupakan kebutuhan pokok bagi industri. Pemerintah seharusnya mengarah untuk menggerakkan industri dan bukan untuk mengejar pendapatan negara.
"Jika gas diberikan atau memang disalurkan ke industri, hasilnya bagus karena negara akan lebih besar disebabkan industri membayar pajak," katanya.
Ketua Koordinator Gas Kadin Indonesia, Ahmad Widjaja mengatakan penggabungan PGN ke Pertamina sudah seharusnya dilakukan pemerintah agar distribusi gas nasional menjadi lebih efisien. "Penggabungan PGN ke Pertamina juga akan menciptakan holding BUMN energi menjadi lebih kokoh," katanya.
Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memutuskan menjadikan Pertamina sebagai induk usaha (holding) badan usaha milik negara di sektor energi. PGN, yang 57 persen sahamnya dikuasai negara, akan menjadi salah satu anak usaha holding BUMN energi tersebut.
Menteri BUMN Rini Soemarno sebelumnya mengatakan segala masalah menyangkut Pertamina yang menjadi induk atau holding PGN selesai sebelum Lebaran 2016. "Kajian sudah selesai dan proses sudah jalan semua. Saya juga sudah berbicara dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan PP-nya akan diajukan ke Presiden JokoWidodo," katanya.
Menurut Rini, pemilihan Pertamina sebagai induk usaha PGN karena perusahaan pelat merah itu dikuasai 100 persen sahamnya oleh negara.
Pertamina telah berinvestasi cukup signifikan dalam pembangunan pipa transmisi demi menjamin monetisasi cadangan hulu dan optimasi produksi gas nasional. Di hulu (upstream), perseroan mengoperasikan sejumlah ladang gas dengan produksi rata-rata sebesar 1.700 juta kaki kubik per hari(MMSCFD).
Bahkan, Pertamina pada 2018 akan menjadi operator sekaligus pemegang hak partisipasi terbesar di blok gas terbesar di Indonesia, Blok Mahakam di Kalimantan Timur.
Pertamina bersama mitra dari luar negeri dan lokal juga mengoperasikan PT Donggi Senoro LNG (DSLNG) yang memproduksi LNG. DSLNG tercatat mendapat pasokan gas alam dari PT Pertamina EP area Matindok, PT Pertamina Hulu Energi Tomori Sulawesi, dan perusahaan lainnya.
Sementara itu, PGN menargetkan penambahan jaringan gas rumah tangga 110 ribu hingga 2019, PGN juga akan menambah panjang pipa gas lebih dari 1.680 kilometer (km). Saat ini panjang pipa PGN lebih dari 6.980 km.
Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016
Tags: