Gorontalo (ANTARA News) - Kepala Bidang Pengkajian dan Penataan Lingkungan Badan Lingkungan Hidup dan Riset Daerah (BLHRD) Provinsi Gorontalo, Nasruddin, mengatakan bahwa saat ini tutupan eceng gondok di Danau Limboto mencapai 70 persen dari luas danau.

Persebaran tanaman gulma air tersebut terdapat di bagian Barat, Tengah, Tenggara dan Utara danau yang sedang kritis itu.

"Konsentrasi terbesar ada di bagian tengah danau dan bergerak sesuai musim. Tanaman ini bergerak dari arah Barat dan Utara ke bagian Timur dan Selatan," jelasnya.

Keberadaan eceng gondok menjadi satu dari sekian masalah penyebab pendangkalan dan penyusutan luas danau tersebut, karena percepatan evaporasi (penguapan) yang terjadi.

Eceng gondok yang telah mengering atau mati juga mempercepat pendangkalan, karena sisa tumbuhan itu akan turun dan mengendap di dasar danau.

Selain itu, keberadaan gulma itu juga bisa menghalangi cahaya ke dalam air danau, sehingga terjadi penurunan kadar oksigen terlarut dalam air.

"Dari data kami kadar oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) di Danau Limboto rendah," imbuhnya.

Danau Limboto merupakan satu dari 15 danau kritis di Indonesia, karena mengalami pendangkalan akibat sedimentasi dan penyusutan luas.

Berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), luas Danau Limboto sampai tahun 2007 sebesar 2.537,152 hektare, dengan kedalaman sekitar 2,5 m sedangkan luas daerah tangkapan air sekitar 900 km2.

Pada tahun 1932 rata-rata kedalaman Danau Limboto 30 meter dengan luas 7.000 hektare, dan tahun 1961 rata-rata kedalaman Danau berkurang menjadi 10 meter dan luas menjadi 4.250 hektare.

Di danau ini hidup sedikit-dikitnya ada sembilan jenis tumbuhan air, serta 12 jenis ikan yang empat spesies, diantaranya bersifat endemik.