Jakarta (ANTARA News) - Direktur Umum Rumah Sakit Sumber Waras Abraham Tejanegara menjelaskan penjualan lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2014.

"Pada prinsipnya, kami tidak pernah menawarkan rumah sakit pada DKI," kata Abraham saat jumpa pers di Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta, Sabtu.

Pada November 2013, Yayasan Kesehatan Sumber Waras mengadakan pengikatan jual-beli dengan PT Ciputra Karya Utama (CKU) atas sebidang tanah seluas 3,6 hektare.

Mereka menjual lahan itu kepada PT CKU seharga Rp15.500.000 per meter persegi, di atas nilai jual objek pajak 2013 seharga Rp12.195.000.

Namun hingga Maret 2014 perusahaan tersebut belum berhasil mengubah peruntukan lahan dari untuk sarana kesehatan menjadi sarana rumah susun, karenanya sesuai kesepakatan, perjanjian jual beli tersebut batal demi hukum.

Mei 2014, yayasan melihat pemberitaan di televisi, berupa teks berjalan, bahwa Basuki Tjahaja Purnama yang kala itu menjabat sebagai Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta telah membeli Rumah Sakit Sumber Waras senilai Rp1,7 triliun.

Berita tersebut kemudian berkembang di media massa dan mempengaruhi operasional rumah sakit, oleh karena itu kemudian Abraham menemui Gubernur DKI Jakarta.

Saat pertemuan 6 Juni 2014, menurut Abraham, Basuki menyatakan bahwa peruntukan lahan tidak mungkin diubah karena Jakarta kekurangan rumah sakit.

Pada pertemuan itu Basuki juga menanyakan mengapa yayasan tidak menjual lahan tersebut kepada DKI.

Yayasan akhirnya mengadakan pertemuan dengan PT CKU dan sepakat membatalkan penjualan. Sumber Waras kemudian menjualnya ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Penandatanganan akta pelepasan hak dari rumah sakit ke DKI dilakukan pada 17 Desember 2014.

Harga tanah yang mereka tawarkan pada negosiasi pertama sesuai dengan NJOP 2014, Rp20.755.000 per meter persegi, dan harga bangunannya Rp25 miliar.

Negosiasi, lanjut Abraham, dilakukan dengan Dinas Kesehatan, dan akhirnya terjadi kesepakatan bahwa tanah dijual dengan harga sesuai NJOP dan DKI tidak perlu membayar bangunan Rp25 miliar serta surat-menyurat untuk keperluan balik nama.

Sertifikat tanah yang dijual kepada DKI menyatakan status tanah adalah Hak Guna Bangunan seluas 36.410 meter persegi beralamat di Jalan Kyai Tapa.

"Di dalam sertifikat ada surat ukur, menyatakan Jalan Kyai Tapa," kata Abraham.

Abraham menyatakan yayasan setuju menjual lahan ke Pemerintah Provinsi DKI karena akan digunakan untuk membangun rumah sakit kanker dan memutuskan menjualnya dengan harga sesuai NJOP.

Pembayaran pembelian lahan itu dilakukan pada akhir 2014. Abraham mengaku tidak mengetahui detil teknis pembayaran, namun mengatakan bahwa uang yang masuk ke rekening mereka di Bank DKI sesuai dengan nominal tagihan Rp755.689.550.000.

"Yang kami tahu, di rekening kami tanggal 5 (Januari 2015), karena waktu itu tahun baru," kata Abraham.

Kasus penjualan lahan Sumber Waras ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengemuka karena menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014, pembelian tanah Yayasan Kesehatan Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp191,3 miliar karena menilai harga pembelian pemerintah provinsi terlalu mahal.

BPK mengacu pada harga pembelian PT Ciputra Karya Utama ke Yayasan Kesehatan Sumber Waras tahun 2013 sebesar Rp564,3 miliar.

Namun Gubernur DKI Jakarta menilai pemerintah provinsi justru diuntungkan dalam pembelian tanah dari Yayasan Kesehatan Sumber Waras karena pemilik menjual dengan harga NJOP sehingga total harganya lebih rendah dari harga pasar.