Jakarta (ANTARA News) - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama masih belum meninggalkan Komisi Pemberantasan Korupsi setelah kedatangannya sekitar pukul 9 pagi tadi.

Pantauan Antara News, awak media cetak dan elektronik masih menunggu gubernur yang dikenal dengan nama Ahok ini di depan Gedung KPK.

Kamera televisi pun masih berjaga menyorot ke arah pintu masuk KPK sehingga kamerawan dapat segera mengambil gambar bila sewaktu-waktu Ahok keluar.

Ia tidak terlihat meninggalkan gedung sejak kedatangannya pagi tadi.

Ahok pagi ini memenuhi panggilan KPK untuk memberikan keterangan terkait pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.

Ini merupakan pertama kalinya Ahok dimintai keterangan oleh KPK terkait pembelian lahan RS Sumber Waras.

Kesimpulan sementara KPK mengenai pembelian lahan seluas 3,64 hektare untuk RS Sumber Waras berbeda dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014, yang menyatakan pembelian tanah itu berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp191,3 miliar karena harga pembelian Pemerintah Provinsi DKI terlalu mahal.

BPK mengacu pada harga pembelian PT Ciputra Karya Utama (CKU) ke Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) tahun 2013 sebesar Rp564,3 miliar.

CKU kemudian membatalkan pembelian lahan itu karena peruntukan tanah tidak bisa diubah untuk kepentingan komersial.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaannya, BPK antara lain merekomendasikan pemerintah provinsi menagih tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) selama 10 tahun sejak 1994-2014 senilai lebih dari Rp3 miliar.

Selain itu, BPK juga merekomendasikan Gubernur DKI Jakarta memberikan sanksi kepada Tim Pembelian Tanah yang dinilai tidak cermat dan tidak teliti memeriksa lokasi tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah.

Sampai saat ini laporan korupsi Rumah Sakit Sumber Waras masih dalam tahap penyelidikan. KPK telah memanggil dan meminta keterangan dari 33 orang.

Ahok menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membeli lahan di Jalan Kyai Tapa 1 Grogol Jakarta Barat itu karena Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada 2014 sebesar Rp20,7 juta per meter persegi, sehingga pemerintah provinsi diuntungkan karena pemilik lahan menjual dengan harga NJOP sehingga total harganya Rp755,6 miliar, lebih rendah dari harga pasar.