Jakarta (ANTARA News) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengeritik kebijakan baru yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait dengan pelaksanaan pemberian Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).

"Berdasarkan mandat UU Perikanan, SIKPI hanya diperuntukkan bagi kapal pengangkut ikan yang mau mendaratkan hasil tangkapan ikannya ke pelabuhan di dalam negeri sebagaimana ditunjuk di dalam dokumen," kata Sekjen Kiara Abdul Halim kepada Antara di Jakarta, Selasa.

Menurut Abdul Halim, kebijakan baru terkait kapal angkut ikan yang baru sekarang lebih menitikberatkan tujuan kepada ekspor bukan untuk pemenuhan ikan kebutuhan dalam negeri.

Sebagaimana diwartakan, KKP menyatakan kebijakan kapal angkut ikan hidup yang baru dikeluarkan akan memudahkan para pengusaha perikanan Indonesia melakukan ekspor langsung serta mengurangi peran broker.

"Kami memberikan kepada pengusaha Indonesia untuk bisa ekspor langsung. Mengurangi adanya broker-broker, mereka bisa ekspor langsung," kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto.

Slamet menambahkan bahwa dengan adanya peraturan menteri tersebut, KKP ingin menghentikan kapal angkut ikan hidup berbendera asing.

Dia memaparkan, beberapa fungsi kendali peraturan menteri tentang kapal pengangkut ikan hidup yaitu penetapan pelabuhan muat singgah, kewajiban memiliki SKIPI, penjadwalan kapal angkut ikan hidup asing, pelarangan kapal angkut ikan hidup asing, dan kewajiban melaporkan kegiatan usaha setiap 6 bulan.

"Tanggal 1 Februari 2016, kami mengeluarkan surat edaran lagi bahwa kapal pengangkut ikan hidup berbendera asing kami stop. Jadi tidak ada lagi kapal kapal asing yang masuk," ujarnya.

Ia juga mengemukakan bahwa kebijakan mengenai kapal angkut ikan hidup bakal lebih memudahkan KKP dalam menata kembali efisiensi pelabuhan bongkar muat.

Karena dengan regulasi tersebut, maka kapal-kapal luar negeri hanya boleh bersandar di pelabuhan "check point" terakhir.