ICW: OTT KPK bukti pembinaan kejaksaan gagal
12 April 2016 11:08 WIB
Dokumentasi tersangka kasus suap Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan KPK, Sudi Wantoko, saat seusai diperiksa, di Gedung KPK, di Jakarta, Jumat (4/1). Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya itu ditangkap usai memberikan uang suap kepada perantara guna menghentikan penyelidikan kasus di Kejati DKI Jakarta. (ANTARA FOTO/Akbar Gumay)
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai dua operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Jawa Barat membuktikan ada kegagalan pembinaan di internal Korps Adhyaksa.
"Dua OTT KPK itu harus diartikan bahwa institusi kejaksaan belum steril dari praktik korupsi dan mafia peradilan," kata peneliti ICW, Emerson Yuntho, melalui pesan singkat, di Jakarta, Selasa.
Pada sisi lain, dia mengatakan, operasi KPK itu juga harus diartikan fungsi pengawasan di internal kejaksaan belum berjalan optimal sehingga masih ada praktik korupsi dan mafia peradilan.
Karena itu, Yuntho menilai Jaksa Agung, M Prasetyo, seharusnya meminta maaf kepada publik atas kejadian tersebut dan dengan besar hati mengundurkan diri dari jabatannya.
"Jaksa agung telah gagal membina jajaran di bawahnya dan mewujudkan kejaksaan yang bersih dari korupsi," tuturnya.
Bila Prasetyo tidak bersedia mengundurkan diri, maka Yuntho mengatakan, kedua kasus itu harus menjadi bahan pertimbangan Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi jabatan Jaksa Agung.
"Presiden harus mengganti jaksa agung dengan figur lain yang lebih tepat. Penggantian itu merupakan bagian perombakan Kabinet Kerja-nya Jokowi.
"Dua OTT KPK itu harus diartikan bahwa institusi kejaksaan belum steril dari praktik korupsi dan mafia peradilan," kata peneliti ICW, Emerson Yuntho, melalui pesan singkat, di Jakarta, Selasa.
Pada sisi lain, dia mengatakan, operasi KPK itu juga harus diartikan fungsi pengawasan di internal kejaksaan belum berjalan optimal sehingga masih ada praktik korupsi dan mafia peradilan.
Karena itu, Yuntho menilai Jaksa Agung, M Prasetyo, seharusnya meminta maaf kepada publik atas kejadian tersebut dan dengan besar hati mengundurkan diri dari jabatannya.
"Jaksa agung telah gagal membina jajaran di bawahnya dan mewujudkan kejaksaan yang bersih dari korupsi," tuturnya.
Bila Prasetyo tidak bersedia mengundurkan diri, maka Yuntho mengatakan, kedua kasus itu harus menjadi bahan pertimbangan Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi jabatan Jaksa Agung.
"Presiden harus mengganti jaksa agung dengan figur lain yang lebih tepat. Penggantian itu merupakan bagian perombakan Kabinet Kerja-nya Jokowi.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016
Tags: