Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perhubungan diminta untuk mengevaluasi pemanfaatan Bandara Halim Perdanakusuma untuk penumpang sipil.

Usulan tersebut merupakan hasil kesepakatan antara Komisi V DPR dengan Kemenhub dalam rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, Senin.

Ketua Komisi V DPR Fary Djemi Francis mengatakan pihaknya merekomendasikan evaluasi dan kajian yang lebih komprehensif mengenai pemanfaatan pangkalan udara Halim Perdana Kusuma untuk penerbangan sipil selambat-lambatnya enam bulan sejak rekomendasi tersebut keluar.

"Kami meminta Kemenhub untuk melakukan kajian komprehensif melihat kelaikan keselamatan apabila penerbangan sipil tetap dilaksanakan di Bandara Halim Perdanakusuma," katanya.

Fary menuturkan evaluasi tersebut menyusul rekomendasi KNKT terkait tabrakan Batik Air dan Transnusa Senin (4/4) lalu.

Dia mengatakan Kemenhub harus melakukan evaluasi tersebut paling lama enam bulan.

Fary mencatat sejumlah kondisi di Bandara Halim yang perlu menjadi perhatian, yakni frekuensi penerbangan darurat bagi militer yang dikhawatirkan terhambat serta infrastruktur yang belum juga diperbaiki, seperti landasan pacu, untuk pendaratan pesawat tempur.

"Angkasa Pura II terkesan terlambat melakukan perbaikan, itu bahaya kalau runway-nya rusak atau berlubang," katanya.

Dalam kesempatan sama, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menindaklanjuti rekomendasi tersebut dengan mempertimbangkan apabila penerbangan sipil dikembalikan ke Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.

Saat ini, dia menyebutkan pergerakan pesawat di Bandara Halim Perdanakusuma sebanyak 108 kali sehari di luar penerbangan militer atau 54 mendarat dan 54 landing.

"Bisa saja dari sisi udaranya karena tinggal menambah enam pergerakan," katanya.

Namun, Jonan mengatakan masih terkendala dengan belum dibangunnya jalur pergerakan pesawat sisi Timur atau "east cross taxiway", karena saat ini baru ada di sisi Barat atau "west cross taxiway".

Menurut dia, dengan terbangunnya "east cross taxiway", maka pesawat tidak perlu bergantian untuk lepas landas dan mendarat, sehingga bisa meningkatkan pergerakan pesawat yang saat ini di Bandara Soetta masih 72 pergerakan pesawat per jam.

"Di London 140 pergerakan pesawat per jam, kita juga minta Airnav untuk menerapkan sistem automation flight plan," katanya.

Dia juga meminta PT Angkasa Pura II untuk membangun landasan pacu ketiga yang diperkirakan rampung dua tahun mendatang.

Sementara itu, Direktur Utama PT Angkasa Pura II Budi Karya Sumadi mengatakan, pihaknya akan mengikuti arahan dari Kementerian Perhubungan selaku regulator penerbangan nasional.

Menurut dia, terkait keselamatan penerbangan, PT AP II saat ini sedang melakukan proses perbaikan runway di Bandara Halim.

"Sejak 26 Maret 2016 kami sudah melakukan perbaikan. Lebih tepatnya sudah berjalan dua pekan dengan anggaran Rp20 miliar dan sudah kami laporkan kepada KASAU," katanya.

Dia menilai bahwa Bandara Halim masih untuk penerbangan sipil, tetapi, apapun keputusan hasil kajian yang akan dilakukan kemenhub mengenai cocok tidaknya bandara halim sebagai penerbangan sipil, pihaknya akan mengikuti keputusan Kemenhub.

"Kalau melihat jumlah penerbangan yang ada, Bandara Halim memang masih dibutuhkan untuk masyarakat. Mengenai kesiapan safety, saya kira itu nanti tergantung hasil kajian yang akan dilakukan Kemenhub," katanya.

Kajian mengenai layak tidaknya Bandara Halim sebagai bandara untuk penerbangan sipil dilatarbelakangi insiden Pesawat Batik Air dan Transnusa pada 4 April lalu.

Selain itu, bandara yang merupakan landasan undara milik TNI Angkatan Udara tersebut, juga dinilai belum dikelola secara maksimal.

Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin M Said mengatakan, pengelolaan status bandara harus betul-betul jernih dan tidak saling tumpang tindih.

"Makanya, kita perlu kajian yang lebih komprehensif. Nanti dilihat kajiannya seperti apa, kalau memang layak, ya kita pertimbangkan TNI AU untuk dibuatkan landasan baru ataukah bandara Halim bisa untuk kedua-duanya dengan catatan bandara diperluas. Apapun itu, kita lihat kajiannya enam bulan ke depan," katanya.