Ignasius Jonan: Uber dilarang di banyak negara
11 April 2016 16:21 WIB
Dokumentasi petugas Dinas Perhubungan DKI Jaya melintas di depan mobil sitaan yang merupakan taksi Uber dan Grab Car di Terminal Barang Pulogebang, Jakarta, Senin (14/9). Tim gabungan Polda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan DKI Jaya menyita dan menahan 30 mobil penumpang kelas menengah yang digunakan untuk taksi tersebut karena dianggap tidak memiliki izin mengambil penumpang di jalan, tidak membayar pajak, dan merugikan taksi konvensional. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, memaparkan, pengoperasian Uber Taksi di sebagian besar negara dilarang karena dianggap tidak memenuhi persyaratan transportasi resmi dari pemerintahan setempat.
"Di negara lain juga agak banyak pertentangan, tapi enggak sedikit yang akhirnya memberikan izin dengan sejumlah persyaratan," kata Jonan, dalam Rapat Kerja Komisi V DPR, di Jakarta, Senin.
Di Amerika Serikat, kata dia, Uber dikenakan aturan yang sama di negara lain, seperti asuransi dan pendaftaran latar belakang pengemudi.
Sementara itu, di Prancis, lanjut dia, Uber dilarang dan dianggap tidak memenuhi persyaratan.
"Di Jerman, Uber dianggap tidak memenuhi persyaratan pendirian badan usaha angkutan umum, di Frankfurt dianggap tidak memenuhi persyaratan badan angkutan yang resmi," katanya.
Kemudian, di Korea Selatan dan negara bagian Victoria, Australia, lanjut dia, pengemudinya diwajibkan uji akreditasi dan lisensi.
"Di Belgia memutuskan Uber itu ilegal dan diganjar dengan denda 10.000 euro," katanya.
Jonan menambahkan di Kanada, Uber dinilai melanggar ketentuan angkutan umum dan di Belanda dianggap melanggar ketentuan transportasi umum, dan pelanggar bisa diganjar 100.000 euro (lebih dari Rp1,3 miliar) karena tidak memiliki izin mengemudi mobil penumpang umum.
Di India, lanjut dia, Uber dinilai gagal menyelenggarakan identifikasi kejelasan pengemudinya, ditambah tingginya angka kekerasan seksual di transportasi umum.
"Di Jepang, Uber mendapat pelarangan dari pemerintah kareba tidak memiliki izin, sehingga dianggap taksi ilegal," katanya.
Di Indonesia sendiri, Jonan menuturkan, taksi Uber dan Grab Car melanggar UU Nomor 22/2009 Tentang Lalu-lintas Angkutan Jalan.
Rinciannya, dalam Pasal 139 Ayat 4 UU Nomor 22/2009, perusahaan transportasinya tidak berbadan hukum, Pasal 173 Ayat 1 menyatakan tidak memiliki izin penyelenggaraan angkutan, Pasal 53 Ayat 1 tidak melakukan pengujian kendaraan, Pasal 23 Ayat 3 tidak menggunakan tanda nomor tanda kendaraan umum dan Pasal 77, pengemudi tidak memiliki sim A umum.
"Saran kami kepada badan usaha portal ini (Uber dan Grab) harus bekerja sama dengan badan usaha transportasi umum yang terdaftar," katanya.
Jonan mengatakan, Kementerian Perhubungan sudah sepakat dengan dua perusahaan itu untuk memberi waktu agar menjadi legal hingga 31 Mei 2016 dengan cara bekerja sama dengan perusahaan transportasi yang resmi.
"Di negara lain juga agak banyak pertentangan, tapi enggak sedikit yang akhirnya memberikan izin dengan sejumlah persyaratan," kata Jonan, dalam Rapat Kerja Komisi V DPR, di Jakarta, Senin.
Di Amerika Serikat, kata dia, Uber dikenakan aturan yang sama di negara lain, seperti asuransi dan pendaftaran latar belakang pengemudi.
Sementara itu, di Prancis, lanjut dia, Uber dilarang dan dianggap tidak memenuhi persyaratan.
"Di Jerman, Uber dianggap tidak memenuhi persyaratan pendirian badan usaha angkutan umum, di Frankfurt dianggap tidak memenuhi persyaratan badan angkutan yang resmi," katanya.
Kemudian, di Korea Selatan dan negara bagian Victoria, Australia, lanjut dia, pengemudinya diwajibkan uji akreditasi dan lisensi.
"Di Belgia memutuskan Uber itu ilegal dan diganjar dengan denda 10.000 euro," katanya.
Jonan menambahkan di Kanada, Uber dinilai melanggar ketentuan angkutan umum dan di Belanda dianggap melanggar ketentuan transportasi umum, dan pelanggar bisa diganjar 100.000 euro (lebih dari Rp1,3 miliar) karena tidak memiliki izin mengemudi mobil penumpang umum.
Di India, lanjut dia, Uber dinilai gagal menyelenggarakan identifikasi kejelasan pengemudinya, ditambah tingginya angka kekerasan seksual di transportasi umum.
"Di Jepang, Uber mendapat pelarangan dari pemerintah kareba tidak memiliki izin, sehingga dianggap taksi ilegal," katanya.
Di Indonesia sendiri, Jonan menuturkan, taksi Uber dan Grab Car melanggar UU Nomor 22/2009 Tentang Lalu-lintas Angkutan Jalan.
Rinciannya, dalam Pasal 139 Ayat 4 UU Nomor 22/2009, perusahaan transportasinya tidak berbadan hukum, Pasal 173 Ayat 1 menyatakan tidak memiliki izin penyelenggaraan angkutan, Pasal 53 Ayat 1 tidak melakukan pengujian kendaraan, Pasal 23 Ayat 3 tidak menggunakan tanda nomor tanda kendaraan umum dan Pasal 77, pengemudi tidak memiliki sim A umum.
"Saran kami kepada badan usaha portal ini (Uber dan Grab) harus bekerja sama dengan badan usaha transportasi umum yang terdaftar," katanya.
Jonan mengatakan, Kementerian Perhubungan sudah sepakat dengan dua perusahaan itu untuk memberi waktu agar menjadi legal hingga 31 Mei 2016 dengan cara bekerja sama dengan perusahaan transportasi yang resmi.
Pewarta: Juwita Rahayu
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016
Tags: