Jakarta (ANTARA News) - Perjalanan 30 tahun "Inovasi-Doi Moi", pembangunan ekonomi Vietnam telah mendapat pujian dunia dan menunjukkan negara itu memasuki masa integrasi, titik balik pertumbuhan setelah tahun 1986.

Selama 30 tahun terakhir, pemerintah Vietnam telah aktif meneliti, berinisiatif mengembangkan ekonomi kreatif dan reseptif untuk menciptakan momentum bagi pengembangan cepat dan berkelanjutan.

Proses "pembaruan" Vietnam telah menarik perhatian luas di kalangan peneliti, investor dan pebisnis internasional.

Banyak forum, konferensi dan seminar telah diselenggarakan dengan partisipasi para ahli dan akademisi di seluruh dunia untuk memberikan rekomendasi dan solusi membantu negara berkembang ini. Misalnya pada 7-8 April 2016, The Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS), Singapura, menyelenggarakan seminar bertema "Vietnam: Thirty Years of Doi Moi and Beyond" yang dihadiri lebih 50 peserta dari Vietnam, Singapura dan beberapa negara lainnya.

Forum dengan delapan sesi itu membahas Inovasi ala Vietnam; kesulitan dan hambatannya yang harus diatasi, pencapaian ekonomi dan sosial.

Masyarakat internasional menyaksikan dan mencatat 30 tahun perjalanan reformasi ekonomi Vietnam yang disebut "Doi Moi" sejak dicanangkan pada 1986 dari sebelumnya sebagai negara terbelakang dengan 90 persen penduduknya bekerja di sektor pertanian menjadi salah satu kekuatan ekonomi yang paling dinamis di Asia.

Doi Moi bagi Vietnam memberikan berkah tersendiri. Pendapatan per kapitanya naik tajam dari 471 dolar AS pada tahun 2001-16 tahun setelah kebijakan Doi Moi dicanangkan naik jadi 2.300 dolar pada tahun 2015.

Peringkat Vietnam dari sisi "competitiveness" membaik jadi 56/140 pada 2015-2016 dari 77/104 pada 2004-2005. Vietnam telah lolos isolasi politik dan ekonomi untuk mengembangkan hubungan luar negeri, memperluas integrasi internasional, memperdalam hubungan bilateral, regional dan multilateral.

Indonesia dan Vietnam

Indonesia dan Vietnam sebagai dua negara tetangga telah menjalin hubungan baik di berbagai bidang dan bersemangat untuk tumbuh kembang secara sehat mencapai keberhasilan demi keberhasilan.

Sejak 1955 hingga kini hubungan antara Indonesia dan Vietnam terus mengalami penguatan. Dalam perjalanan, kedua negara tetangga ini telah mencapai prestasi dan menunjukkan perbaikan-perbaikan untuk mengatasi kesulitan.

Vietnam dan Indonesia, yang menandatangani Perjanjian Persahabatan dan Kemitraan Strategis pada 2013 dan Rencana Aksi Kemitraan Strategis 2012-2015 pada 2011, telah menetapkan target perdagangan bilateral sebesar lima miliar dolar AS.

Kemudian para pemimpin kedua negara sepakat mempercepat pelaksanaan rencana aksi untuk meningkatkan Kemitraan Strategis Vietnam-Indonesia pada periode 2014-2018 dan juga menempa hubungan ekonomi, perdagangan dan investasi.

Target di sektor perdagangan keduanya telah dibuat. Angka yang telah dipatok sebesar 10 miliar dolar pada 2018 bukan perkara mudah untuk mencapainya mengingat nilai perdagangan kedua negara itu tercatat 5,4 miliar dolar tahun 2015.

Penetapan target tersebut tentu saja mempertimbangkan lingkungan keamanan dan strategis regional yang berubah dan bergerak cepat.

Prestasi yang dicapai Indonesia dan Vietnam merupakan contoh bagaimana kedua negara ini beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan segera mengoreksi diri.

Pujian atas prestasi yang dicapai Vietnam datang dari para pakar, diplomat yang pernah bertugas di Vietnam termasuk dari berbagai institusi seperti Bank Dunia, IMF, ADB dan HSBC dan menumbuhkan kepercayaan terhadap prospek cerah ekonomi negara itu di masa mendatang. WB, IMF, ADB dan HSBC telah memperkirakan GDP Vietnam pada tahun 2015 mencapai enam persen, pada tahun 2016 (6,2 persen) dan pada tahun 2017 (6,5 persen).

Duta besar Prancis dan Inggris untuk Vietnam yang dikutip sumber-sumber memberikan pandangan mereka. Dalam sebuah komentarnya Dubes Prancis Jean-Noel Poirier mengatakan, pada 2015 Vietnam membuat terobosan dengan menandatangani sejumlah perjanjian perdagangan bebas (FTA) dan merampungkan perundingan Kimitraan Trans Pasifik (TPP).

Terkait hubungan ekonomi dengan Eropa, Perdana Menteri Nguyen Tan Dung mengumumkan dirampungkannya perundingan FTA Uni Eropa-Vietnam di sela-sela lawatannya ke Brussels pada 2 Desember 2015.

"Kami berharap memperdalam kerja sama ekonomi kami. Prancis telah menyertai pembukaan dan modernisasi Vietnam selama tahap-tahap paling awalnya," kata Dubes Poirier seperti dikutip oleh sumber-sumber.

Duta Besar Inggris untuk Vietnam Giles Lever menyatakan dia terkesan dengan pertumbuhan Vietnam.

"Usaha-usaha yang dilakukan baru-baru ini untuk merestruktur ekonomi telah memperbaiki stabilitas makro ekonomi dan memulihkan pertumbuhan ke suatu level yang merefleksikan potensi Vietnam yang sebenarnya ," katanya.

Menurut dia, Vietnam sekarang menjadi destinasi atraktif bagi dunia usaha internasional, termasuk perusahaan-perusahaan Inggris, sebagian karena performa kuatnya tahun ini dibandingkan dengan kekuatan-kekuatan ekonomi regional lainnya.

Angka-angka statistik yang dikutip dari kantor berita Vietnam VNA menunjukkan pertumbuhan ekonomi negara itu tercatat 8,2 persen (1991-1995), 7,6 persen (1996-2000), 7,34 persen (2001-2005) dan 6,32 persen (2006-2010).

Selama kurun waktu 2011-2015, pertumbuhan ekonomi Vietnam turun jadi 5,6 persen terpengaruh krisis finansial global pada 2008 dan krisis utang di Eropa pada tahun 2010. Tapi angka tersebut masih jauh lebih tinggi daripada sebagian besar negara-negara lain di kawasan dan dunia.

Struktur ekonomi

Struktur ekonomi Vietnam telah menunjukkan ke arah modernisasi, dengan persentase kontribusi pertanian kepada ekonomi keseluruhan menurun dan sektor jasa dan produksi industrial meningkat. Ekspor mengalami pertumbuhan dua digit. Kawasan-kawasan ekonomi kunci dan kawasan ekonomi dan industri yang tersentralisasi telah menjadi pendorong utama ekonomi nasional.

Vietnam juga telah mendirikan kawasan-kawasan produksi pertanian, bersamaan dengan fasilitas pemerosesan industrial. Selama lebih tiga dekade, semua sektor ekonomi telah mengalami kemajuan besar. Industri dan konstruksi telah menjadi sektor yang memberikan sumbangan besar bagi pertumbuhan ekonomi berkat aplikasi kemajuan sains dan teknologi dan pengembangan industri-industri baru dan teknologi tinggi.

Sektor pertanian, misalnya, mengalami perubahan signifikan, mengubah Vietnam dari negara dengan tingkat konsumsi tinggi menjadi salah satu eksporter terbesar komoditas beras, kopi, karet, kacang-kacangan dan produk-produk perikanan.

Sektor jasa juga berkembang dengan berbagai produk seperti pariwisata, telekomunikasi, keuangan, perbankan dan konsultasi hukum. Eksploitasi sumber-sumber daya alam dan perlindungan lingkungan hidup telah dijalankan bersamaan dengan pembangunan lestari, menghasilkan hasil-hasil yang baik.

Pembangunan infrastruktur sosio-ekonomi mengalami perbaikan signifikan terutama di bidang transportasi, kelistrikan, telekomunikasi, kawasan-kawasan perkotaan, pendidikan dan pelayanan kesehatan. Dapat dikatakan bahwa aplikasi kemajuan di bidang sains dan teknologi telah menciptakan fondasi bagi transisi menuju ekonomi berbasis pengetahuan.

Forum "Vietnam: Thirty Years of Doi Moi and Beyond " menganalisis situasi internasional, regional dan dampaknya terhadap Vietnam. Rekomendasi yang dihasilkannya akan membantu Vietnam meningkatkan daya saing dan menarik bagi investor, bisnis asing, termasuk Indonesia.