Menurut dia syarat pencalonan yang tinggi untuk jalur partai maupun perseorangan dapat membuat potensi politik transaksional semakin besar, hal tersebut diakibatkan menyempitnya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi.
"Proses pencalonan pun menjadi mahal, karena hanya sebagian orang saja yang dapat mengakses," kata Titik saat diskusi di Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan dengan tidak menetapkan syarat yang besar untuk pencalonan maka peluang masyarakat berpartisipasi dalam proses politik semakin besar dan berdampak pada minimnya politik uang serta calon tunggal.
Selama ini masyarakat tidak punya banyak pilihnya karena hanya memilih kandidat yang diusung partai.
"Ironisnya partai hanya mengusung calon instan saja," kata dia.
Berkaca dari Pilkada 2015, ada tiga persoalan yang harus diperbaiki lewat Revisi UU Pilkada, pertama dibebankannya anggran penyelenggaraan pilkada kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah (APBD) yang berdampak terciptanya konflik kepentingan terhadap calon kepaa daerah yang merupakan pertahana yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah.
Kedua, persoalan metode pencalonan kepala daerah mulai dari syarat dan ketentuan pendaftaran calon kepala daerah bermasalah seperti bebas syarat.
Kemudian tingginya ambang batas pencalonan yang memicu rendahnya partisipasi calon perseorangan dan partai politik untuk mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah.
Ketiga pelanggaran dan penegakan hukum pemilih seperti politik uang sampai dengan transparansi dan akuntabilitas dana kampnye.
"Proses pencalonan pun menjadi mahal, karena hanya sebagian orang saja yang dapat mengakses," kata Titik saat diskusi di Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan dengan tidak menetapkan syarat yang besar untuk pencalonan maka peluang masyarakat berpartisipasi dalam proses politik semakin besar dan berdampak pada minimnya politik uang serta calon tunggal.
Selama ini masyarakat tidak punya banyak pilihnya karena hanya memilih kandidat yang diusung partai.
"Ironisnya partai hanya mengusung calon instan saja," kata dia.
Berkaca dari Pilkada 2015, ada tiga persoalan yang harus diperbaiki lewat Revisi UU Pilkada, pertama dibebankannya anggran penyelenggaraan pilkada kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah (APBD) yang berdampak terciptanya konflik kepentingan terhadap calon kepaa daerah yang merupakan pertahana yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah.
Kedua, persoalan metode pencalonan kepala daerah mulai dari syarat dan ketentuan pendaftaran calon kepala daerah bermasalah seperti bebas syarat.
Kemudian tingginya ambang batas pencalonan yang memicu rendahnya partisipasi calon perseorangan dan partai politik untuk mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah.
Ketiga pelanggaran dan penegakan hukum pemilih seperti politik uang sampai dengan transparansi dan akuntabilitas dana kampnye.