Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah serius dalam penanganan kasus pelanggaran hak azasi manusia berat yang terkait dengan peristiwa G-30S-PKI. Namun sampai saat ini belum didapat alat bukti mendukung proses pengadilan kasus ini.

"Karena itu kami usulkan ada seminar untuk membedah kasus ini. Tentu ini tidak memuaskan semua pihak," kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Pandjaitan.


Dia menggelar jumpa pers di dalam kabin Boeing B-737-400 Skuadron Udara 17 VIP TNI AU, dalam penerbangan kembali ke Jakarta dari Port Moresby, Papua Niu Gini, Jumat.




Dia mengatakan, seminar yang direncanakan pada 23 April itu bagian dari upaya serius pemerintah untuk menuntaskan berbagai kasus HAM yang pernah terjadi di Tanah Air, termasuk di Provinsi Papua.



Dugaan pelanggaran HAM dalam konteks sejarah G-30S/PKI terjadi hanya satu dari beberapa hal yang akan ditangani pemerintah.

Kasus-kasus itu akan ditangani secara transparan dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku sehingga diperlukan alat bukti. "Dalam konteks kasus pelanggaran HAM di Papua, dari 16 kasus yang dilaporkan, kurang dari delapan di antaranya tidak layak", katanya.

Dia juga mengungkap hal yang berbeda dengan tinjauan kebanyakan orang, yaitu kekerasan terhadap personel TNI dan polisi di sana oleh kelompok-kelompok bersenjata di Papua.



"Justru kekejaman terhadap anggota TNI maupun warga sipil oleh kelompok bersenjata di wilayah paling timur Indonesia itu tidak dianggap sebagai pelanggaran HAM. Kita harus jernih dalam melihat masalah HAM ini. Bawa saja jika ada datanya," katanya.

Perihal keseriusan pemerintah Indonesia menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM itu sempat disinggung dalam pertemuan delegasi Indonesia dengan Papua Niu Gini, di Port Moresby, Jumat pagi.

Dia mempersilakan Papua Niu Gini melihat secara langsung kondisi pembangunan di Papua, dan bagaimana Indonesia menangani persoalan HAM. Namun pemerintah Indonesia akan menolak jika kedatangan itu dimaksudkan untuk misi pencarian fakta.

"Indonesia juga tidak ingin mengintervensi masalah dalam negeri negara lain sehingga Indonesia harus juga dihormati," katanya.