Rupiah jumat pagi menguat menjadi Rp13.197
1 April 2016 10:36 WIB
Rupiah Menguat Teller Bank Mandiri menghitung uang pecahan dolar Amerika di Jakarta, Selasa (10/6/2015). Nilait tukar rupiah atas dolar Amerika pada penutupan hari ini menguat pada posisi Rp 13.308 dibandingkan pada penutupan sebelumnya Rp Rp 13.385 per dolar AS. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari) ()
Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi bergerak menguat sebesar 42 poin menjadi Rp13.197 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.239 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Bank Himpinan Saudara Rully Nova di Jakarta, Jumat mengatakan bahwa pernyataan Ketua Federal Reserve Janet Yellen yang mensinyalkan kenaikan suku bunga acuannya belum akan dilakukan dalam waktu dekat masih menjadi salah satu sentimen positif bagi pasar keuangan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Dari sisi suku bunga AS, Ketua Federal Reserve menyatakan hati-hati untuk menaikan, pernyataan itu cukup membantu dana asing kembali masuk ke dalam negeri sehingga mendorong permintaan rupiah meningkat dan menaikan nilainya terhadap mata uang lain, termasuk dolar AS," katanya.
Ia menambahkan bahwa aliran dana asing yang masuk ke dalam negeri juga seiring dengan proaktifnya pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui paket kebijakan ekonomi.
Kendati demikian, ia mengatakan bahwa penguatan rupiah masih dibatasi oleh perekonomian Tiongkok yang masih terbilang melambat sehingga mengurangi kinerja ekspor Indonesia, terutama hasil komoditas.
"Tiongkok masih menjadi perhatian pasar, kinerja ekspor Indonesia sekitar 60 persen masih komoditas, harapan kita ke depan melalui kebijakan pemerintah yang telah dikeluarkan dapat mendorong ekspor terutama dari segi manufaktur sehingga tidak bergantung pada komoditas," katanya.
Rully Nova juga mengatakan bahwa tren inflasi tahunan yang relatif stabil juga menambah sentimen positif bagi mata uang domestik.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi nasional pada Maret 2016 sebesar 0,19 persen. Dengan demikian, tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Maret) 2016 sebesar 0,62 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun sebesar 4,45 persen.
Pengamat pasar uang Bank Himpinan Saudara Rully Nova di Jakarta, Jumat mengatakan bahwa pernyataan Ketua Federal Reserve Janet Yellen yang mensinyalkan kenaikan suku bunga acuannya belum akan dilakukan dalam waktu dekat masih menjadi salah satu sentimen positif bagi pasar keuangan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Dari sisi suku bunga AS, Ketua Federal Reserve menyatakan hati-hati untuk menaikan, pernyataan itu cukup membantu dana asing kembali masuk ke dalam negeri sehingga mendorong permintaan rupiah meningkat dan menaikan nilainya terhadap mata uang lain, termasuk dolar AS," katanya.
Ia menambahkan bahwa aliran dana asing yang masuk ke dalam negeri juga seiring dengan proaktifnya pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui paket kebijakan ekonomi.
Kendati demikian, ia mengatakan bahwa penguatan rupiah masih dibatasi oleh perekonomian Tiongkok yang masih terbilang melambat sehingga mengurangi kinerja ekspor Indonesia, terutama hasil komoditas.
"Tiongkok masih menjadi perhatian pasar, kinerja ekspor Indonesia sekitar 60 persen masih komoditas, harapan kita ke depan melalui kebijakan pemerintah yang telah dikeluarkan dapat mendorong ekspor terutama dari segi manufaktur sehingga tidak bergantung pada komoditas," katanya.
Rully Nova juga mengatakan bahwa tren inflasi tahunan yang relatif stabil juga menambah sentimen positif bagi mata uang domestik.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi nasional pada Maret 2016 sebesar 0,19 persen. Dengan demikian, tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Maret) 2016 sebesar 0,62 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun sebesar 4,45 persen.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016
Tags: