Komentar Pertamina soal rekomendasi penghapusan Premium
30 Maret 2016 00:51 WIB
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Migas Ibrahim Hasyim (kanan) menyampaikan pendapatnya disaksikan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri (kiri) saat diskusi di Jakarta, Sabtu (27/12/2014). Diskusi tersebut menyoroti rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas untuk menghapus BBM jenis Premium (RON 88) ke BBM RON 92 atau setara dengan pertamax agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tidak selalu berubah setiap tahunnya. (ANTARA FOTO/Andika Wahyu)
Jakarta (ANTARA News) - Rekomendasi penghapusan BBM jenis Premium secara bertahap memerlukan bahan bakar pengganti yang memiliki harga setara, kata salah satu Direktur Pertamina.
"Sekarang mau hilang atau tidak, itu kebijakan pemerintah kita siap, tetapi yang harus dipikirkan adalah alternatif penggantinya yang setara," kata Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Bambang di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Selasa.
"Saya sudah sampaikan ke pemerintah, jika Premium resmi dihilangkan, namun tidak ada penggantinya dan disuruh pindah ke Pertamax misalnya, angkot pasti tarifnya naik," ujar dia.
Pertamina, lanjutnya, siap menjalankan semua solusi dari pemerintah.
"Jadi, tergantung dari pemerintah, apakah ke depannya seluruh angkutan kota memakai Bahan Bakar Gas misalnya atau opsi lainnya," katanya.
Untuk konversi Premium ke gas, tambah dia, berpotensi bisa cepat terealisasi, seperti pengembangan V-Gas untuk digunakan angkutan umum.
Biaya yang harus dikeluarkan perseroan tidak terlalu besar dan waktu pembuatannya juga tidak terlalu lama.
"Misalnya instruksinya untuk angkot konversi ke BBG, kita siap dan yakin terealisasi karena investasinya cuma Rp1,5 triliun, satu bulan jadi, harga jualnya cuma Rp5.100 liter setara premium (lsp), berkadar RON 98," tuturnya.
Dari informasi yang dihimpun, Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas (RTKM) yang dipimpin ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri beberapa waktu lalu merekomendasikan agar BBM premium dihilangkan secara bertahap. PT Pertamina (Persero) diberi waktu dua tahun terhitung sejak 2015 untuk melenyapkan BBM RON 88 tersebut.
"Sekarang mau hilang atau tidak, itu kebijakan pemerintah kita siap, tetapi yang harus dipikirkan adalah alternatif penggantinya yang setara," kata Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Bambang di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Selasa.
"Saya sudah sampaikan ke pemerintah, jika Premium resmi dihilangkan, namun tidak ada penggantinya dan disuruh pindah ke Pertamax misalnya, angkot pasti tarifnya naik," ujar dia.
Pertamina, lanjutnya, siap menjalankan semua solusi dari pemerintah.
"Jadi, tergantung dari pemerintah, apakah ke depannya seluruh angkutan kota memakai Bahan Bakar Gas misalnya atau opsi lainnya," katanya.
Untuk konversi Premium ke gas, tambah dia, berpotensi bisa cepat terealisasi, seperti pengembangan V-Gas untuk digunakan angkutan umum.
Biaya yang harus dikeluarkan perseroan tidak terlalu besar dan waktu pembuatannya juga tidak terlalu lama.
"Misalnya instruksinya untuk angkot konversi ke BBG, kita siap dan yakin terealisasi karena investasinya cuma Rp1,5 triliun, satu bulan jadi, harga jualnya cuma Rp5.100 liter setara premium (lsp), berkadar RON 98," tuturnya.
Dari informasi yang dihimpun, Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas (RTKM) yang dipimpin ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri beberapa waktu lalu merekomendasikan agar BBM premium dihilangkan secara bertahap. PT Pertamina (Persero) diberi waktu dua tahun terhitung sejak 2015 untuk melenyapkan BBM RON 88 tersebut.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016
Tags: