Pandeglang (ANTARA News) - Keluarga Besar Perguruan Mathlaul Anwar mengecam keras penembakan disertai arogansi aparat Polsek Carita Pandeglang terhadap Ahmad Yudhistira, siswa SMA Mathlaul Anwar Menes pada 25 Maret 2016 yang disangka sebagai pelaku curanmor.

"Kami mendukung upaya Kepolisian dalam menegakkan hukum sepanjang dilakukan dengan cara yang benar serta memenuhi prosedur standar yang berlaku di lingkungan Kepolisian," kata Dhona El Furqon SH dari Lembaga Bantuan Hukum Mathlaul Anwar di Menes, Pandeglang, Banten, Senin.

Dhona kepada wartawan lebih lanjut mengemukakan, korban Ahmad Yuhistira bukan pelaku curanmor sebagaimana yang disangkakan polisi dari Polsek Carita.

Ia meminta pihak Kepolisian sebagai pengayom dan pelayan masyarakat untuk menjamin hak hidup, hak rasa aman, dan hak memperoleh rasa keadilan bagi masyarakat yang merupakan hak asasi manusia yang dijamin Undang-undang di wilayah NKRI.

Lembaga Bantuan Hukum Mathlaul Anwar lebih lanjut menuntut, baik pelaku maupun institusi Kepolisian untuk bertanggungjwab secara pidana maupun perdata atas terjadinya penembakan salah sasaran serta perlakuan arogansi terhadap korban.

Selain itu Kepolisian diminta menyampaikan pernyataan maaf secara terbuka melalui media massa kepada korban beserta keluarganya serta kepada SMA Mathlaul Anwar Kebon Jeruk Menes.

Pernyataan maaf juga harus disampaikan kepada Perguruan Mathlaul Anwar Pusat Menes, Pengurus Daerah Mathlaul Anwar Kabupaten Pandeglang, Pengurus Wilayah Mathlaul Anwar Provinsi Banten, dan Pengurus Besar Mathlaul Anwar (PBMA).

Menurut pihak Lembaga Bantuan Hukum Mathlaul Anwar, pada Jumat dinihari 25 Maret 2016 sekitar pukul 02.00 WIB terjadi penembakan dan penangkapan serta pemukulan di Kampung Leuwiliang Desa Kananga terhadap Ahmad Yudistira Bin Ojat Sudrajat, siswa SMA Mathlaul Anwar Menes yang berusia 15 tahun.

Atas peristiwa tersebut, korban mengalami luka tembak jarak dekat dari lengan sampai tembus ke bahu sehingga memerlukan tindakan medis, mengalami penganiayaan dengan cara dipukuli oleh oknum polisi, dan mengalami trauma psikologis.

Ketika itu korban mengira polisi sebagai pelaku begal motor sehingga berlari menghindarinya, sementara polisi mengira korban sebagai pelaku curanmor yang tengah diburu sejak beberapa waktu sebelumnya, sehingga kemudian terjadi penembakan terhadap korban.

Terkait kasus tersebut, Kapolda Banten Brigjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, akan memberikan sanksi kepada anggota polisi yang telah melakukan penembakan terhadap Yudistira.

"Sanksinya bisa administratif, atau sebagian hak-haknya sebagai anggota kepolisian dicabut," kata Boy Rafli Amar saat mengunjungi korban salah tembak Yudistira Ahmad di RS bedah Benggala Kota Serang, Senin.

Menurut Boy Rafli, kendati kepolisian sudah melakukan pendekatan kekeluargaan terhadap keluarga korban, proses hukum akan tetap dilakukan terhadap anggota yang melakukan tidakan tersebut. Sanksi diberikan karena pihaknya menilai anggota kepolisian telah melakukan kecerobohan sehingga terjadi peristiwa tersebut.